PRIBUMI- MENGOYAK LARA
Foto Akun Facebook. Joko Widodo
Sudah
lamaaa sekali saya tidak latihan corat
coret lagi. Maklum lah kesibukan luar
biasa sangat mendera. Sebagai
ibu rumah tangga professional (ehm..) 😋 dari bangun hingga
menjelang tidur adaaa
aja yang musti dikerjakan. Apalagi mulai Mei tahun 2017 ini, kedua buah hatiku “kembali” ke pangkuan kami setelah tiga tahun berusaha
menuntut ilmu agama dan dunia di pondok pesantren Pandan Aran Yogyakarta. Sebenarnya mereka berdua masih ingin
melanjutkan pengembaraan di Yogyakarta. Mereka beralasan sudah mengembara /
keluar dari desa kok balik lagi, tidak
Bonafit katanya. Setelah kutelusuri
lebih dalam ternyata alasan utama mereka males dengerin omelan eMaknya di rumah. 😆😉 Namun karena
“ego” saya sebagai orang tua, kubujuk
mereka untuk menuntut ilmu di kota kelahiran dengan pertimbangan setelah tamat
SMU mereka akan mengembara dan entah.. kapan akan berakhir dalam menuntut ilmu.
Weiiits... malah curcol ga penting kan. Itulah mengapa saya jadi jarang nulis.
Takutnya pengen berbagi informasi tentang sesuatu hal yang menurutku penting
untuk dibagikan. Ternyata yang keluar malah unek - unek gak penting ala mak
rempong. 😃.
Namun kali ini ada sesuatu yang mengusik nurani, sehingga
membuat saya ingin kembali bermain dalam
kata. Bukan untuk memperkeruh suasana,
tapi semata ingin mengeluarkan unek - unek
yang ada di dalam hati semata.
Beberapa hari sebelum pelantikan ANIES SANDI Sebagai Gubernur/Wakil
DKI, di beberapa grup ada bersliweran foto BLANKO
FORMULIR PELAPORAN KELAHIRAN. Formatnya sangat normatif seperti formulir pada
umumnya. Namun menjadi menarik manakala di formulir tersebut ada LINGKARAN MERAH yang menunjukkan ada perhatian tertentu pada isi
formulir tersebut. Setelah saya baca ternyata ada format yang menginformasikan keturunan
berisi lima pilihan yakni. : 1. Eropa, 2.
China timur lainnya, 3. Pribumi Nasrani, 4. Pribumi Non Nasrani, 5. Lainnya.
Sepanjang yang saya ketahui, (tolak ukur yang saya
gunakan dengan cara mengukur kemampuan memegang kuping sendiri. Apakah “Gaduk”
(sampai) memegang kuping dengan
melingkarkan tangan di atas kepala apa tidak). Fakta membuktikan ternyata saya
belum “Gaduk Kuping” alias tidak mampu. Hehehe. Formulir tersebut SUDAH TIDAK
DIGUNAKAN oleh pemerintah sejak jaman presiden Susilo Bambang Yudoyono dengan menteri KUMHAM waktu itu YUSRIL IHZA
MAHENDRA terutama oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil seluruh Indonesia selaku institusi yang menangani masalah akta capil dan dokumen
kependudukan. Dikukuhkan dalam Undang Undang nomor 23 Tahun 2006 Tentang ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN.
Saya bukan ahli
hukum yang tidak begitu memahami bahasa hukum. Kekadang sering bingung sendiri
dengan istilah titik koma, dan atau ... dan sebagainya yang mempunyai implikasi
hukum. Tapi dengan adanya foto formulir bersliweran tak tentu arah, sebagai Ibu
rumah tangga profesional (weew...) tentulah timbul rasa keingintahuan apa yang
mendasari keluarnya foto aneh tersebut.
Segera saja saya langsung berkencan dengan mbah Googling, untuk mencari tahu tentang UU
tersebut.Ternyata dalam pasal 106 UU
no 23 Tahun 2006 tentang ADMINDUK tersebut, dijelaskan sejelas - jelasnya bahwa
6 dasar hukum yang digunakan untuk menerbitkan akta capil PENINGGALAN KOLONIAL tersebut
SUDAH TIDAK BERLAKU, artinya sudah
tidak bisa dijadikan dasar hukum.
Ditingkah riuh rendah warganet dengan pidato perdana dari
Anies Baswedan Gubernur DKI terpilih
tahun 2017, ucapan beliau tentang “....... Dulu kita semua PRIBUMI ditindas dan dikalahkan.
Kini telah merdeka, kini saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri.........., (Sumber DETIK.com) menurut saya (pribadi) isi pidato tersebut mengajak dan menggugah semangat untuk tetap berjuang meskipun
kita sudah merdeka. Tidak ada yang salah. Karena faktanya dahulu kala memang Penduduk Indonesia
menurut pasal 163 Indische Staatsregeling, dibagi ke dalam 3 (tiga) golongan
besar, yaitu : Golongan Eropa, Golongan Timur Asing - Tionghoa - Bukan Tionghoa
dan Golongan Bumi Putera (Sumber : Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bogor),
Faktanya berdasar UU no 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan, Menteri Dalam Negeri melalui Permendagri nomor 19 Tahun 2010
tentang Formulir dan Buku yang Digunakan dalam Pendaftaran Penduduk dan
Pencatatan Sipil telah menegaskan bahwa tiga penggolongan penduduk warisan kolonial tersebut sudah tidak
digunakan. Sedangkan data Ayah/Ibu pada blanko F2-01 muncul elemen data
kewarganegaraan orang tua untuk memilih WNI/
WNA saja.
Lhaaa.... bila Permendagri tersebut sudah digunakan sebagai dasar penerbitan akta capil bagi Dinas Kependudukan
Dan Pencatatan Sipil di seluruh Indonesia sejak TUJUH TAHUN yang lalu, beredarnya foto super aneh tersebut menimbulkan sebuah
tanya besar. MENGAPA SESUATU YANG USANG, SUDAH DISIMPAN DI ARSIP
PALING BAWAH” kembali memunculkan kata PRIBUMI
saat ini dengan kondisi masyarakat yang kurang begitu memahami namun mudah tersulut.
Siapa dan apa motif dibalik ini semua?
Entaaahlah.. saya sendiri bingung..
Aaahh.. sudahlahh, ketimbang rambutku rontok mikirin hal
yang “belum gaduk kuping”, mending diriku kembali ke dunia nyata saja.
Bakwan jagung.. manaaaa bakwan jagung?
Komentar
Posting Komentar