Postingan

Menampilkan postingan dengan label Puisi

Untuk Pengantinku

Baju kebesaran ditanggalkan saat pesta usai Tiba waktu menuju dunia nyata penuh riak, onak dan duri Hanya orang tabah yang mampu hadapi   Jika aral menghadang langkah Teruslah bergenggaman tangan Untuk senantiasa bertasbih padaNya.   Saat cobaan hadir dalam kehidupan, hanya satu pinta Bersabarlah, tegakkan sholat dan berdzikir padaNya Agar hati menjadi tenang arungi marcapada penuh warna.   Selamat berbahagia mas Rasyid dan mba Dina merangkai kisah Semoga menjadi keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah Selalu dalam genggaman cintaNya penuh barokah.     Temanggung, 23 Oktober2023   Ikut berbahagia

Tempayan Kepercayaan

  Punguti satu persatu sisa remahan Rangkai pelan serupa tempayan Tampungi sejumput jura keyakinan Atas luka hati enggan beranjak ke tepian,     Memang tak mudah Kembali seperti semula tertinggal secuil remah Remuk redam ditimpa sangka   Dalam bayang bayang kelam tampak sekerlip kunang biaskan secercah pualam Tempayan kembali utuh tak kapang Memeluk percaya yang hampir enggan pulang   6Oktober 24

Geosim Bersalin Petrikor

  Ketika hujan memberi kabar Akan datang sambangi pertiwi Aku menghambur keluar ruangan Turut menyambut sejenak geosim   Sayangnya ia tak sudi bersabar Hujan sudah keburu tiba Enggan menantiku barang sejenak Kukira melewati sebuah gerimis   Air segera turun ke bumi Menderas membasahi tanah kering Akhirnya kutemukan aroma lain Serupa petrikor yang terlanjur menghampiri Lereng Susi, 13 Oktober 24

Aku Rela

 P erang bintang mulai lencang Muntahkan syahwat jalang Abaikan kemanusiaan Rengsa jiwa - jiwa melayang. Sia sia belaka!   Bila kau temukan ragaku di jalanan Jangan kau abaikan Aku rela disiram air menggelepar Aku rela dilempar asap hingga mata lejar Aku rela dada terasa panas menjalar Aku rela mati sia sia! Agar kau hidup lepas distopia! Lereng Susi, 22 Agustus 24

Aib Tersembunyi

Kemarin, matahari mengintip di ufuk timur aku dipertemukan awan dan mega Mereka berarak pelan menuju kaki langit   Tetiba awan berhenti dan menatap sejenak sembari berbisik Apa kabar aib yang tersembunyi epik? Aku tergeragap tak mampu menjawab pertanyaan klasik   Bukan rahasiaku yang diulik Namun tanyamu cukup menggelitik Disaat aku payah hujan peluh   Awan terus semburkan tanya selaksa bara menyala Sementara mega sesekali genit bertingkah Menyingkap langit lalu selubungi lagi untuk torehkan kisah   Aku memang tak petah lidah Tapi kali ini tak ingin aib   lebih menganga terkuak Akan kujawab sembari menahan sesak   Awan, berhentilah sampai di engkau Atas tanya yang coba kau ungkap Teguk dalam - dalam ludah keingintahuanmu   Bayangkan kau bersanding mega di angkasa Beriringan laksana pengantin muda Lenggak lenggok genit bermanja   Sejatinya hanya jalankan titah Sembari bertakbir illah illah i...

Balada Hujan Selasa Siang

Gambar
  Kemarin semesta kirimkan pesan Melalui comulonimbus gelap pekat Disusuli derasnya derai hujan Bumi negeri tembakau tercekat   Sang banyu melesak berkelana Seraya berucap tasbih menuju muara Sungguh tak ada niat merusak bumi Mereka sekadar mencari aliran sendiri   Harus memutar karena alur terhalang tembok keangkuhan, aspal dan beton berpelukan Sampah masyarakat sembarangan buang ludah keserakahan  Tutupi langkah arah menuju jalan pulang   Jikalau di Bumi phala memakan korban Bukan berarti Tuhan tengah memberi cobaan Namun hanya sekedar memberi peringatan Janganlah Sunatullah kau lawan   Bumi terlalu lelah menopang kesombongan Saatnya manusia turut menjaga air susuri titian Agar anak cucu tak menanggung beban Atas dosa para pendahulu dalam sesalan   Sang tirta tetap ingin berbagi kisah Tanah telanjang biarkan menyerap basah Akar pohon menjadi saksi pergumulan indah Kembalikan bumi pada marwa...

Putiba: Cawan Berharga

IdaMoerid Darmanto Pada persamuhan kali ini kuhilangkan segala ngeri gelagat geliat tarian erotis perebutan cawan eksotis   Kuhamburkan mantra pada langit biru semoga cawan berharga itu tidak jatuh pada tangan yang sibuk memburu kepentingan periuk   Dalam cawan belenggu tahta terbaring sejumput asa menggenapkan tengara utopia mereka yang terempas dan papa lerengSusi, 30 Oktober 25

Belajar pada Alam

Bersabar seperti matahari Meski banyak yang menghindari Perempuan berbedak sunscreen, Berpayung selubungi diri Sesekali berkeluh atas teriknya Ia tetap setia menjadi pelita   Berpendar seperti rembulan Meski cahaya tidak sempurna Membias seluruh gelap malam Ia mampu menarik minat muda mudi Berdiam diri menikmati purnama Melarut pada bulan sabit menggamit   Berdiam seperti langit biru Tak pernah jenuh naungi bumi Tanpa tiang - tiang pancang Agar manusia mampu rasakan Tanda - tanda terang dan gelap Yang dikirim dari dirgantara   Berpasrah seperti bumi Rela diinjak sepanjang janji Dilukai, dikuliti, ditebang, digunduli Dikeruk   sedalam kerakusan syahwati Ia tetap setia menjaga rahim Agar terjaga keselamatan pertiwi   Tak mungkin matahari mendahului bulan Tak mungkin bumi berjumpa langit Mereka bergerak sesuai sabdaNYa Bila ada secuil rasa ingin berbeda Pastilah memberi isyarat bagi manusia Segera mer...

Palu Kedaulatan Patah

  Para peludah api telah memuntahkan peluru. Pagi penuh suka cita sore memporakpanda Mematahkan palu kedaulatan untuk rakiyat,   Entah berpihak pada siapa mereka Masihkah ada secuil nalar tanggalkan syahwat menguar Biarkan dia bercengkrama dengan tengara   Dan kini hanya bisa meratapi tanpa sanggup mengerti. Rakiyat hanya "konstanta" belaka. Ada tapi tak bermakna.   Ingatlah Ambisi akan menghantarkan - mencapai puncak keinginan. Namun semesta   tak ingkar janji - pasti akan tunjukkan jati diri. Takkan lagi menopang - saat ambisius temukan ambang.   Kami tak ingin, karena memaksakan diri, Membawa negri loh jinawi Merebah lelah di penghujung senjakala   IdaMoeridDarmanto, lereng SuSi (Sumbing SIndoro)/16Okt23

Perempuan tangguh dari Negri Bahari

  Tak pernah sedikitpun terbersit Saban hari berkubang gigil Menggeret kapal dari buritan Menuju samudra karib harian   Sepuluh tahun lampau. Sunarti dan   perempuan lain dari Timbulsloko, Demak Hanyalah seorang ibu yang lemah Tak lelah menanti sembari merepihkan sebait doa   Untuk para suami pejuang Mengarungi   dahsyatnya samudra Membawa hasil tangkapan ikan Bagi keberlangsungan kehidupan keluarga   Karena perubahan iklim berdampak Kini ia terpaksa bergelut dengan ombak Melakoni pekerjaan bukan angan Hanya karena tak ada pilihan Mencari secuil harapan Agar mampu bertahan dari gempuran zaman   Para perempuan bahari tangguh Riyawatmu telah berubah Kepasrahan menjadikan perkasa Kokoh menjadi penyangga utama Lereng Susi/6 OKtober 2023

Elegi "Lemak" Bersaksi

Pada sepertiga harus terhenti, memberi ruang bayu dan tirta berkelana mengisi lorong-lorong,  Aku abaikan! Nafsu tengah membekap,   melahapkan semua ingin pada mulut-mulut lebar, penuhi labirin setiap saat, tinggalkan jejak tapak demi setapak. Tak peduli pada sebuah realita, bahwa pada rongga- rongga tersisa, seluruhnya berdetak menuju zenit, memuntahkan gumpalan lahar-lahar membelit. Tiga bulan dalam ketamakan, dia terus membungakan keinginan, meski sejenak telah memberi tanda nada bukan sebuah lapar   hanya sebuah nafsu membesar. Kini di tiga bulan mengulum hawa, lemak darah meniti tangga puncak, menggumpalkan sesal pada aliran, sebagian menggelambirkan pada perut membusung, sebagian berkelana mencari jatidiri menjejalkan segala nyeri. Tertatih langkah kaki menahan derita, tetiba dunia menjadi gelap! Sebelum terkapar jatuh ke tanah, mata nanar, tengkuk serasa diikat batu, berat dan tinggalkan memar. Dalam ketidakberdayaan sayup terdengar petuah lama dari pad...

Langit Biru Palestina, Riwayatmu.

 

Aku Ingin Seperti Pohon

  Ia ikhlas menjalani takdir   Tak pernah meminta pada Tuhan   Atas jalan kehidupan yang hendak dilalui    Ia mampu   melebat di tempat basah     Namun mampu pula bertahan di lahan kerontang      Seraya menasbihkan kalamMu.        Tak pernah memilih siapa yang menanam      Entah orang kaya orang miskin, laki-laki perempuan      Orangtua kanak-kanak, orang normal orang gila      Pohon selalu menggairah, terus bertumbuh        Akar kuat menggenggam bumi     Batang   tumbuh menantang langit    Dahan mencuat ke samping   Ranting mengangguk angguk   Daun rimbun memayungi jiwajiwa rengsa Mengalunkan sajak tentang sejuknya sepoi.   Lereng Susi/ Iedul Fitri/22 April 2023 #telah terbit dalam Antologi "Pohon"

Pohon Rambutan di Rumah Embah

  Ada setumpuk kenangan Melihat pohon rambutan di halaman depan Tidak berubah meski terlihat renta Berdiri tegak di secuil tanah harapan Terdekap oleh temboktembok angkuh   Sesekali terdengar gemerisik daun Desaunya menggerayang jiwa Menari bersama sepoi angin Mengirimkan sececap rindu Atas sejuk menggelayuti raga   Dia mengajariku tentang sebuah elan Tak letih terus bertumbuh Meski tak ada lagi sudi melirik Atau sekadar   menyapanya   Seperti dulu saat masih kanak, Saban hari tak lelah memelukmu erat Meniti pelan menjulang ke atas Seakan hendak menembus langit Berhenti untuk bercengkrama Pada dahan dahan kuat   Ia tak pernah patah hati, Meski gerumbul rambutan dipetik berkali Ia tetap setia pada janji Memberikan kenangan termanis yang dimiliki   Lereng Susi, 6 april 2023 #Terbit Dalam Antologi "Pohon"  

(Puisi) Tarian koruptor

Semua mata tertuju   saat hakim ketuk palu Sang pecundang menatap jeri Sorai menggema bagai angin sendalu Raganya harus berada di balik jeruji Kalender telah berganti lembaran Kuasa dan keserakahan tetap menjadi dewa Di balik tembok-tembok keangkuhan Liurnya mengganas,   menjadi sabda   Dia temukan segerombolan nafsu Melenggokkan tarian erotis menawan Di balik tembok- tembok ambigu Terpegang siapa ada dalam genggaman   Saat pintu terbuka lebar Tanda   raga terlepas dari kungkungan Dia mulai mainkan   jerat menjalar Mencari mangsa untuk berkelindan Dibalik tipuan senyum samar Coba mengeruk semua sesuai angan   Sejarah telah bicara,   Koruptor tetaplah pencuri uang rakyat. Meski nada dilagukan selaksa ode Nestapa rakyat menjadi semburat Sejatinya otaknya telah terdikte Tujuan hanyalah kekuasaan syahwat   Masihkah akan kau pilih dia? Kelak   membawa negeri elok Yang amat kucinta ke penghujung senjakala?   Lereng Susi, 28 Agustus 2023 ...

Kulihat Pelangi Bersamamu

Gambar
foto IdaMoerid Darmanto Saat jiwa hanya mampu membaca Hitam putih pada semua perkara Dengan senyum jenaka tanpa sepatah kata Berlahan kau berikan abuabu di sana    Aku menolak   Kamu diam  Aku berontak   Kamu tetap memeram  Arsiran abstrak   Tak pernah lelah Ruang kosong kau lukis Menorehkan sepenggal kisah Tipiskan sekat pada garis   Engkau tahu saat aku bergumam Rasa ini terus menyeruak Bagiku putih hitam Fakta bijak   Kini, baru kusadari duapuluh empat tahun menerangi Kesabaranmu laksana matahari Terus semangat memberi imaji Marcapada ada kala berdimensi   Kau berikan seluruh bias pelangi Menjadikan hidup  berwarna warni Terima kasihku ya Rabbi Atas hembusan rahmat illahi   Nyalaku kembali rekah Kau bukan hanya sekadar indah Kau tak akan terganti   10 Juli 2023  

Kematian itu (sebuah) Pesan

Gambar
Kita tak pernah tahu  Kapan Izrail datang menuju Bisa jadi saat kita tertawa palsu Ditengah himpitan hidup nan sahdu Atau memang tengah tersedu Atas luka tak kunjung berlalu Mampukah kita mengelak Atau kita masih berlagak congkak? Manakala Izrail menjalankan titah tak berjarak Dari pemilik semesta tempat kita berpijak Belajarlah dari kematian Isa siang ini Dia membawa pesan berdimensi Bagi insan insan pencari mimpi Bersiaplah bekal sebanyak yang kau sanggupi Untuk menjemput kematian hakiki  Lereng Susi,  8 Juni 2023

Puisi Suara Hati

Gambar
Adalah puisi sejati Untaian aksara menari indah Ungkapan lariklarik rasa hati  Atas ketidakadilan di jagat bumi Puisi bukan untuk menjilati  Ludahludah tumpah ruah  Selubungi mata batin suci Atas kenyataan yang tak bisa dipungkiri Puisi bukan untuk memunguti  Recehreceh berserakan bak sampah Merangkak untuk mendapati  Setangkup jura di panggung selebrasi  Di tengah hiruk pikuk kini Dia berpuisi memekakkan sanggurdi  Seolah paling berjasa untuk semesta  Memperhatikan segalanya dengan penuh cinta  Tak usahlah kau asah mata batin  Lihatlah dengan mata telanjang  Seluruh ceruk dipenuhi pundipundi  Hingga akhirnya puisi lelah berkelana LerengSuSi,11 Juni 2023

Al-Anam : Lima Puluh Tiga

  Saat sisi liarku meronta Melihat dunia penuh pesona Pertanyakan keadilan Tuhan Iri dengki menghentak di dada Bergelinjang menebar lara   Dalam gundah gulana Kuambil buku di meja Kusimak kata per kata Netra tertumbuk satu kalimah   Al-Anam lima puluh tiga Allah akan uji sebagian miskin dari mereka Dan diuji sebagian menjadi kaya Hingga manusia berkata : “orang macam inikah diantara kita yang diberi anugerah olehNya?”   Ingatlah duhai hati nestapa DIA tahu tentang kita Siapa yang senantiasa Berucap syukur padaNya   Sunatullah telah bergema : hidup miskin – hidup kaya : hati susah – hati senang : orang tua – anak muda, Berserak di segala penjuru fana Kita adalah sama Pembeda hanyalah taqwa   Duhai Pembuat Jiwa Tenang Luruh sudah gelisah menerpa Qada dan qodar telah bersabda Semua atas kehendakNya Lereng Sumbing Sindoro, 20 Januari 2015 repost 5 September 2022       ...

Rasa yang Kupintal

  Pada gemuruh rasa Endaplah di relung terdalam Bukan untuk diumbar Hanya sekedar penggugah jiwa terperam * Pada gelegar rasa Kututup dengan seksama Agar tak pekakkan lara Yang kerontang dalam jiwa * Pada selubung rasa Tak koyak terbalut masa Dari terbenamnya bintang Hingga lembayung senja menjelang * Pada bilur bilur rasa   Kupintal dengan sepenuh jiwa Antara torehan ancala cita dan asa Dalam endapan senandung penuh makna * 10 Juli 2017, #ditulis untuk seseorang yang telah mengisi separuh hati #peringatan ke 16 pernikahan