Secuil Kisah Tentang Bebrayat Ageng PERMADANI Kab Temanggung


 Karena Permadani, Penulis mendapat sebuah kemewahan bisa berfoto bersama Wabup Temanggung beserta Ibu

         Mengawali bulan Maret 2019, saya berkesempatan mengikuti  prosesi wisuda pawiyatan bergada 19 PERMADANI Kabupaten Temanggung di Pendopo Pengayoman Kabupaten Temanggung yang megah.
      
Sebelum mengalir ke mana - mana, izinkan saya menceritakan sedikit apa itu Permadani. (Dikit aja yaaa, ketimbang nanti malah salah menginfokan, karena di Permadani saya juga masih harus banyak belajar lagi). Yang pasti Permadani  disini  bukan sekedar karpet yang digelar saat pengajian atau arisan RT. Hehehe. Permadani singkatan dari Persatuan Masyarakat Budaya Nasional Indonesia didirikan oleh Ki Narto Sabdo pada tanggal 4 Juli 1984. Sebuah organisasi sosial kemasyarakatan bergerak dalam melestarikan budaya daerah yang luhur sebagai usaha untuk memperkuat jati diri kebudayaan nasional Indonesia.

 Permadani Kabupaten Temanggung digodok oleh tokoh budayawan dari Kaloran Bapak Irawan almarhum, Bapak Tri Marhaen Suhandono SH MM, Bapak Sunyoto S.Kar M.Pd dan para penggiat budaya lainnya pada bulan September 1989. Pawiyatan atau pembelajaran Panata cara dan Pamedhar Sabda bergada (angkatan) pertama kali dilaksanakan pada tahun 1990 dan awal Maret 2019 lalu Permadani Kabupaten Temanggung telah mewisuda 26 siswa di bergada ke 19.

Untuk menjadi anggota Permadani sangatlah mudah. Hanya bermodal mengikuti pawiyatan Pranata cara dan Pamedhar Sabda, seseorang sudah menjadi keluarga besar semenjak diwisuda. Pawiyatan tersebut merupakan salah satu dari beberapa kegiatan Permadani yang lain.
Setiap organisasi pasti ada AD /ART kan? Begitu juga di Permadani,  dasar perilaku anggota sesuai dengan sesanti yakni :
1.      Hamemayu hayune sasama ( terus berupaya menciptakan suasana damai, tentram lahir batin);
2. Dados juru ladosing bebyaran ingkang sae (mengabdi secara baik kepada masyarakat);
3.  Sadhemah pakaryan sageda tansah ngremenaken tiyang sanes ( segala tingkah laku selalu dapat membuat senang orang lain).

Adapun etika yang mendasari persaudaraan Permadani sesuai  TRI RUKUN  yaitu : Rukun Rasa, (mempunyai rasa dan tujuan yang sama),  Rukun Bandha ( semangat gotong royong) dan Rukun Bala (menggalang kebersamaan dengan tali persaudaraan). Dengan tiga rukun inilah Permadani Temanggung tetap eksis di tengah perkembangan zaman yang semakin tergerus modernisasi.

Satu hal yang membuat saya semakin bersemangat, ternyata banyak teman  belum mengenal Permadani. Setelah saya bercerita sedikit seperti yang saya ceritakan di atas, rerata mereka mengacungkan jempol tanda Permadani emang oke. Lucunya lagi, ada  beberapa teman yang bertanya, kapan ada kegiatan sekeren ini lagi. Saya jawab ajaa,, Kalau mau ada kegiatan wisuda, ayooo pada ngedaftar pawiyatan Permadani. Pastiii kalian bisa update kegiatan yang akan dilaksanakan selanjutnya. hehehe
Udah aaah, cerita seriusnya segini aja dulu. Takutnya nanti rambut saya rontok satu per satu gegara mikir yang serius. Hehehe. Kembali ke acara pada Jumat malam Sabtu  tanggal 1 Maret 2019, pasti  temen - temen pada ngebatin. Ngapain Mak goprak ikutan acara sakral kayak gini?

Jadi begini ceritanya, J
 Pada tahun 1997 berbekal info dari seorang teman, saya ngedaftar pawiyatan Panata cara dan Pamedhar Sabda bergada 7 yang jujur pada awalnya saya kagak ngerti apa itu Permadani. Ternyata mengikuti pawiyatan ini sungguh berat. Saya yang orang asli dan lahir di Jawa sangat terbata-bata mengikuti pawiyatan (pembelajaran) tersebut. Dari perkenalan budaya Jawa Surakarta maupun Yogyakarta, cara berpakaian, cara bertingkah laku, cara berbicara sebagai pembawa acara maupun untuk pidato yang lain dalam bahasa Jawa (Alhamdulillah pawiyatan tetap saya ikutin daripada nganggur di rumah dimarahin nyokap. Hihihi.). Dengan nafas kembang kempis saya dapat mengikuti pembelajaran sampai selesai dan diwisuda!
Ahaaa… akhirnya saya menjadi anggota PERMADANI. ☺

Namun seiring berjalannya waktu bila tatakrama tersebut tidak pernah kita gunakan, lambat laun ilmu yang terserap itu musnah juga. Hingga pada awal Januari 2019 saya di masukkan WAG Permadhani oleh Bapak Marhaen selaku ketua Permadani selama bertahun - tahun.

Waladalaaahhh, sekian lama Bahasa Jawa saya tak terasah, begitu masuk WAG yang ada hanya mules belaka. Karena seeeemuuuuaaa anggota menggunakan bahasa Jawa yang sangat halus (krama inggil). Membacanya saja udah bisa membuat kita berkeringat dingin. Tapi dasar mak goprak selalu bermodal nekat pernah pada suatu hari menulis di WAG untuk sekedar memperkenalkan diri dan menyapa anggota lain. Hasilnya? Gobyooos… sangat luar biasa gobyos!! Karena setelah mendapat jawaban dari para anggota, saya banyak ga ngerti artinya. hihihi 

Pada akhirnya, saya hanya sebagai silent reader di grup ketimbang nanti salah total. Sebagai contoh niat ingin menghormati orang lain dengan menggunakan bahasa Jawa krama inggil, tak taunya kata yang keluar meng-krama-kan diri sendiri  hehehe.

Kembali ke topik awal ya. Acara  wisuda pada malam Sabtu dipandu oleh Pambiwara atau Master of ceremony Bapak Masroch dengan suara yang cukup menggelegar dan berwibawa serta Ibu Purwati sang penari, diawali dengan kirab Wakil Bupati Temanggung beserta ibu, Ketua Pengurus Pusat Permadani, Ketua Pengurus Wilayah Jawa Tengah, Ketua Pengurus Daerah dan peserta wisuda diiringi gending karawitan Cindelaras asuhan bapak Suparman dari Kecamatan Tlogomulyo. Suasana malam itu terasa sahdu karena hujan sempat terhenti saat prosesi wisuda berjalan.

Suasana kirab

Setelah peserta kirab menempati tempat yang telah disediakan, para tamu undangan mendapat sajian tari beksan gambyong oleh mbak Reri Haindrayanti (guru SD Kertosari), ananda  Novengga Hendrasinta Vani (siswa SMKN 2 Temanggung putri mbak Reri) dan mbak Estiningytas Kinanthi (guru SD Kranggan).

 Beksan gambyong

Beksan Gabyong selesai diiringi tepuk tangan meriah dari para hadirin.  Tamu yang hadir selain dari para anggota permadani, para wisuda dan keluarga, pengurus Harpi Melati yang diketuai oleh Ibu Dra. Dandiana Rahayuningsih dan para tamu Permadani dari Wonosobo, Magelang, Purworejo dan Semarang tentu saja.



Para tamu  menikmati suasana wisuda

Memasuki acara selanjutnya menyanyikan lagu Indonesia Raya, dengan dirigen Ibu Aryunati (penyanyi keroncong yang di usia ke 59 masih terlihat sangat cantik).
Prosesi wisuda dibuka dengan persembahan panembrama dari para siswa dilanjutkan pengambilan wisuda oleh ketua DPP yang diwakili oleh bapak Suyitno Yoga Pamungkas.

Panembrama, dilanjutkan prosesi wisuda

Sejenak untuk memecahkan suasana yang sahdu, hadirin disuguhi persembahan Bambangan Cakilan yang keren habis ditarikan oleh  mas Dwi Widodo dan mbak Nur Intan

 Tari Bambangan Cakil

Dilanjutnya pelantikan pengurus DPD Permadani masa bakti 2019 – 2023 oleh ketua DPW Jawa Tengah Drs. YA Pedi Hendriardi dengan  struktur kepengurusan sebagai berikut :
Penasehat                :  Bupati Temanggung
                                   RTM Marhaen Suhardono SH MM,
Pangarsatama      : Sunyoto S Kar, M.MPd, Pendiri Permadani Temanggung namun baru (ketua)                       kali ini menjadi pengurus, Kabid di DInas Pendidikan.
Pangarsa mudha 1   :  Saltiyono Atmaji STP, MM (sekretaris Kecamatan Temanggung) 
Pangarsa Mudha 2  :  Dra. Dandiana Rahayuningsih (perias Pengantin dan Ketua HARPI Melati Kab. Temanggung)
Panyitra                   : Suradi S.Pd  (guru bahasa Jawa SLTP N 2Kandangan)
(Sekretaris)              :  Hari Satriyono S.Pd, ( Guru SMA N 2 Temanggung)
Kahartan                  :  Aryunanti (penyanyi keroncong )
(Bendahara)            :  Titrin  Nur Khasanah (perias pengantin)
Serta dibantu oleh beberapa pengurus (pamong) di  Bidang Organisasi,  Bidang Pendidikan, Bidang Seni Budaya, Bidang Humas dan Bidang Sosial Kemasyarakatan.

Pelantikan Pengurus DPD Permadani masa bakti 2019 - 2023


Ketua DPW Drs. Y Pedi  Hendriadi bersama Bapak Drs Bambang Arochman, Mantan Sekda Kabupaten Temanggung (teman semasa kuliah)

Diiringi hujan yang kembali menderas sejak magrib, acara dilanjutkan dengan peragaan penganten Temanggung PAES ARGA MLIWIS WANA dengan ciri penggambaran pengantin perempuan dari paes, sanggul, bentuk dan warna  kebaya, kemben, kain serta busana pengantin pria dari beskap kain dan blankon seperti buruk peksi dalam cerita Angling Dharma dari Bojonegoro Kedu seluruhnya menggambarkan tentang kondisi Temanggung seperti gunung Sumbing Sindoro, Gondhosuli, dan Angling Dharma tersebut.

Busana Pengantin  Temanggungan

Peragaan dilanjutkan dengan penampilan sepasang anak muda mengenakan  busana Kaneman untuk anak lelaki dinamakan Bondan sedangkan yang perempuan disebut Endang.

Busana Kaneman Temanggungan

Sedangkan para pamong yang dilantik mengenakan busana Kasepuhan dengan ciri khas menggunakan bros dinar yang menggambarkan kehidupan jangan sampai boros dan hidup langgeng.

Para among tamu wisuda mengenakan busana Kasepuhan


Untuk penggambaran lebih detail tentang busana khas Temanggungan, insyaAllah akan saya sajikan pada  kesempatan lain.

Foto bersama Ibu Denty Eka, Ibu wabup Temanggung sekaligus  Anggota DPD RI


Berfoto dengan  sebagian pengurus HARPI Melati

Selesai peragaan busana khas Temanggungan, acara dilanjutkan dengan mendengarkan sabdatama atau sambutan dari Ketua DPP Permadani pusat dilanjutkan sambutan dari Wakil Bupati Temanggung.



Malam semakin larut, acara wisuda yang sahdu tersebut ditutup dengan doa  bersama dilanjutkan dengan foto seluruh wisudan, pengurus dan wakil Bupati Temanggung tepat jam 10.30.

Salaam.






Komentar

  1. Sudah lama saya ingin belajar dan bergabung dgn permadani temanggung tp blm tau cara daftarnya.. mohon petunjuk! Nmr wa kulo 085600005099

    BalasHapus
  2. Klo mau ikut pawiyatan bagaimana caranya, mohon info 081392846413

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rasa yang menguar

Kulihat Pelangi Bersamamu

(Puisi) Tarian koruptor