(artikel) Anakku Baru Sebelas Tahun (Pengen) Berkendara
Membaca artikel dan melihat
video yang beredar di sosial media, bagaimana anak SD sudah berkendara di
jalanan dengan segala hiruk pikuknya. Ada orang tua yang bangga dengan
kemampuan anak berkendara, ada juga orang tua yang berkomen belum saatnya,
bahkan ada juga yang “julid” dengan kondisi tersebut. Saya pun sudah merasakan
kegelisahan tersebut sejak anak saya masih SD kelas 5 meminta izin mengendarai
sepeda motor. (Berarti sudah 10 tahun tulisan ini saya buat). Ternyata masih
relevan hingga detik ini sehingga saya angkat kembali di blog pribadi.
Memang pada akhirnya
kami melepasnya mengendarai motor meski belum genap usia. Memasuki semester II kelas
dua SMA kami mengizinkan Thole berangkat sekolah mengendarai Honda Grand, kendaraan
tua kebanggaan meski belum mempunyai Surat Izin Mengemudi (SIM). SIM sengaja kami buatkan di kelulusan SMA-nya
sebagai kado ulang tahun dengan harapan Thole tidak pergi jauh berkendara.
Namun pekan lalu, saya
dibuat terpana dengan keikutsertaan Thole menghadiri Pertemuan Penggemar Vespa
Internasional di Bali pada tanggal 9 -12 Juni 2022. Cita – cita Thole saat pertama
diizinkan berkendara dan pada akhir tahun 2018 memperoleh izin merawat vespa
tua Mbah kakung yang sekian lama terlantar di rumah Om Kup. Beberapa kali vespa
tersebut diminta Aji kakaknya, namun belum direstui. Ternyata saat Thole meminta
izin merawat vespa dongkrok tersebut, mendadak
diizinkan om. Setelah embah kakung pensiun,
kendaraan tersebut dimanfaatkan oleh kakak. Karena kesibukannya, Vespa
kesayangan Mbah kakung sempat terlantar cukup lama. Yang membahagiakan kami, sebelum
Mbah Kakung berpulang selamanya sempat melihat vespa kesayangannya berbentuk
kembali dan layak dikendarai. Bahkan mbah kakung sempat dibocengkan Thole keliling
kota mengendarai vespa yang dulu setia menemaninya berangkat ke kantor.
Tapi pandemi membawa
cerita menjadi beda. Thole nekat berangkat ke Bali mengendarai Vespa kesayangan
embah kakung bersama rombongan teman
kuliah sesama penggemar Vespa. Sejak awal meminta izin, e-Mak tetap (konsisten)
menolaknya. Tapi saat Thole zin ke ayahnya dan diizinkan, mau tidak mau e-Makpun
merestui dengan sejuta petuah untuk seorang mahasiswa!! Hehehe . Alhamdulillah
Thole sudah kembali beraktifitas di kampus dengan membawa cerita drama
perjalanan ke Bali yang menggelikan sekaligus mengharukan.
***
Kembali ke kisah anak SD
berkendara di jalanan, saya mengangkat cerita sepuluh tahun lalu diawali dengan
percakapan Thole pada suatu hari :
“eMak, aku
pengen naek motor, boleh gak?”: Si Thole
yang baru berusia sebelas tahun mendekatiku sambil merengek manja.
“Ivan, Jeha, Akbar,
Adam dan banyak teman temanku udah bawa motor ke sekolah.” : lanjut si Thole.
“Siapa
yang mengijinkan Nak?” : Tanyaku.
“Ya
ibuk Bapaknya. Mereka kan sayang sama anak - anaknya. Jadi minta apapun pasti
diijinkan.”: Thole menerangkan padaku
dengan mulut merengut.
Aduh Le….justru karena
rasa sayang eMak padamu, makanya eMak melarangmu naik motor, Anak seusiamu sangat belum layak mengendarai
kendaraan bermotor. Coba kalau terjadi kecelakaan yang menyebabkan kepalamu
bocor bagaimana? Kamu mau masa depanmu terenggut? Menjadi orang yang kalah == cacat
== karena keputusan salah yang dibuat
eMakmu?
Tidak Le, sampai usiamu diperbolehkan, baru eMak akan ijin untukmu, terserah mau kau anggap kolot,
kampungan, tidak modern, bahkan dianggap tidak menyayangimu..itu hak-mu. Yang
harus kau tau, eMak melarangmu karena rasa sayang yang tinggi padamu.
Lalu kuceritakan kisah si cantik Anna dan
mas Fajar yang terenggut cita citanya karena kecelakaan. Mereka anak penurut
dan mbak Anna menjadi kebanggaan Pakde Jarwo sedang mas Fajar tetangga depan
rumah kita kebanggaan Budhe Atik. Waktu itu mbak Anna mengendarai motor berangkat
kuliah dengan hati hati. Namun saat berhenti di traffic light, tiba - tiba sebuah truk tanpa menghentikan lajunya
menerabas lampu merah, menyenggol motor mbak Anna hingga terpental membentur
aspal. Mbak Anna koma 2 minggu di rumah sakit.
Berkat operasi yang ditangani oleh dokter. Mbak Anna bisa tersadar dari
koma, namun sampai sekarang hanya bisa terbaring di tempat tidur. Miris Emak
melihatnya.
Ingatkah kamu dengan mas Fajar yang mempunyai cita cita jadi
tentara. Thole sering ngobrol sama mas Fajar kan? Mas Fajar ditabrak mobil dari belakang dan
kakinya terlindas. Untuk menyelamatkan jiwa mas Fajar yang suka main gitar itu,
kaki harus diamputasi. Sekarang cita citanya terkubur, mas Fajar harus
menggunakan satu kaki bantuan untuk bisa berjalan. Kamu mau seperti itu Le..
Padahal Mbak Anna dan mas Fajar usianya udah diijinkan mengendarai kendaraan
bermotor. Mereka anak yang manis, bukan anak yang gak bisa diatur. Itulah
kejamnya jalanan Le…
Dan, Thole pun keluar diam-diam dari kamarku sambil sedikit
terisak. Ada apa lagi? Masih memaksa mau
naik motor? Emak tidak meridhoimu Nak. Emak yakin, pada saatnya nanti kamu
pasti bisa mengendarainya.
Emak jadi ingat waktu kamu berusia empat tahun. Di perumahan
baru kamu satu -satunya dari sebayamu yang bisa naik sepeda roda dua bekas
kakakmu tanpa bantuan siapapun. Jadi pada saatnya nanti pasti kamu bisa.
“Tidak…..,
Thole gak pengen maksa Mak, ternyata itu alasan emakku yang sangat galak ngelarang
Thole naek motor. Terimakasih Makkkkk…” : teriaknya sambil masih terisak.
Sorry
Le, saat ini eMak tak ikuti saran Khalil Gibran dalam Sayap Sayap Patah..
Kau
terkontaminasi pemikiranku karena rasa sayangku padamu.
“Anakmu
bukanlah milikmu,
mereka adalah putra putri sang Hidup,
yang rindu akan dirinya sendiri.
Mereka lahir lewat engkau,
tetapi
bukan dari engkau,
mereka ada padamu,
tetapi
bukanlah milikmu.
Berikanlah mereka kasih sayangmu,
namun jangan sodorkan pemikiranmu,
sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri.
Patut kau berikan rumah bagi raganya,
namun tidak bagi jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa
depan,
yang tiada dapat kau kunjungi,
sekalipun dalam mimpimu”.
Lereng Susi, Repost
Medio Juni 2022
Komentar
Posting Komentar