Perjuanganmu, Inspirasi bagi Kami
Setiap tanggal 10 November, oleh bangsa
Indonesia diperingati sebagai hari Pahlawan. Banyak contoh pahlawan yang harum
namanya di bumi pertiwi ini, seperti Cut Nyak Dien dan Teuku Umar dari Aceh,
Pattimura dan Maria Kristina Tiahahu dari Ambon, Hasanudin dari Makassar,
Sisingamangaraja XII dari Batak, Bung Tomo, Supriyadi dan ribuan pahlawan yang
gugur mendahului kita dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Mereka
berjuang dengan gigih tanpa pamrih hanya berharap bangsa Indonesia berdiri
tegak tanpa ditindas oleh bangsa lain.
Mereka yang berjuang untuk Indonesia
disebut “para pejuang” dan mereka yang gugur sebagai kusuma bangsa dimakamkan
di Taman Makam Pahlawan (TMP) dengan sematan gelar Pahlawan. Tapi akhir-akhir
ini saya rada “gerah” dengan tata upacara pemakaman di TMP. Masih teringat
berita tentara yang mati “terlilit” tali sendiri saat latihan di
laut Aceh, juga ada seorang tentara yang “terjun bebas” karena
parasit tidak mengembang. Mereka gugur dan dimakamkan di TMP.
Ahh…….entahlah saya bingung dengan
definisi pahlawan ini.
Untuk menutupi galau (cielahh…) segera
saya buka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Menurut KBBI, Pahlawan adalah
orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanan dalam membela kebenaran
atau seseorang yang gagah berani. Ooo……….... berarti para tentara yang gugur
disebut pahlawan karena seorang yang gagah dan berani mati, hehehe.
Berdasarkan dari definisi KBBI tentang Pahlawan tersebut bolehlah saya menganggap Bapak “Pahlawan”!! Bukannya sok narsis namun banyak catatan tertoreh menguatkan “dugaan” bahwa Bapak saya seorang pahlawan. Mau bukti kalau Bapak Pahlawan? Yuk cekidot :
1. Sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), Bapak
bersama Emak dengan profesi ibu rumah tangga harus berjibaku membimbing dan
merawat tujuh anaknya. Bisa dibayangkan gaji PNS saat itu berapa? Bapak pensiun
pada tahun 1992 dengan pensiun yang diterima sebanyak Rp.200.000,-/bulan. Meski
kehidupan kami sangat sederhana, namun enam anaknya bisa menempuh pendidikan
dan kuliah di Universitas Negeri (di Universitas Swasta mana sangguuuuuup?!
Hanya satu kakakku yang kuliah di Universitas Swasta.). Alhamdulillah hikmah
yang terpetik sekarang. Dengan bangga dapat menceritakan bahwa buah
hati Bapak bersama Emak, satu telah menjadi Doktor, tiga menyandang magister
dan sisanya “hanya” sarjana. Bagi kami orang kampung yang tinggal di lereng
gunung kembar SUSI, SUmbing SIndoro hal ini merupakan pencapaian yang luar
biasa. Semua ini berkat dorongan pahlawan keluarga kami “Bapak dan Emak.”
2. Dalam
diam namun penuh ketegasan, Bapak meninggalkan “jejak” yang tidak
bisa dianggap sepele dalam memajukan pendidikan. Saat berdinas awal di Ambon
Maluku, bersama pak Ali tokoh di sana, Bapak mendirikan Yayasan Pendidikan
Islam (YPI). Alhamdulillah menurut kabar yang kami dengar dari cucu
ponakan pak Ali saat kami bertemu di Kuala Lumpur (KL), yayasan tersebut masih
ada dan telah meluluskan banyak siswa.
Di kota kecil kami Parakan Kabupaten Temanggung,
sebagai “pegawai pusat“ setelah tugas belajar diselesaikan bukan tak mungkin
akan ditugaskan di tempat lain. Maka dengan “otak kancilnya” Bapak berupaya
untuk tidak dipindahtugaskan ke daerah lain dengan jalan mendirikan sekolah
Muallimat untuk perempuan yang ditempuh selama 6 tahun (setingkat SMP dan SMA
sekarang) dan pendidikan guru agama (PGA) untuk laki-laki pada tahun 1967.
Namun dalam pelaksanaannya setelah meninggalnya Mbah Kyai Haji Nawawi (Mbah
kakung kami) Bapak agak tertatih-tatih karena tidak ada lagi dukungan Mbah
kakung yang mumpuni. Setelah rembugan dengan para tokoh di Parakan
akhirnya disepakati sekolah tersebut untuk di “NEGERI”kan. Selama proses
pe-negeri-an sekolah tersebut untuk mengisi waktu, Bapak “kasak-kusuk” dengan
teman karibnya, Prof. Narto, Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) “Sunan
Kalijaga-Yogyakarta” dan akhirnya berdirilah “SP IAIN” (Sekolah Persiapan
Institut Agama Islam Negeri) di Temanggung dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan para guru agama yang telah diangkat menjadi PNS waktu itu.
Seiring berjalannya waktu SP IAIN digabung dengan PGA negeri dan dijadikan
Madrasah Aliyah Negeri Parakan di Temanggung. Sampai hari ini sejarah telah
mencatat nama Bapak terukir sebagai “pendiri dan kepala sekolah pertama” MAN
Parakan di Temanggung. Melihat sepak terjang Bapak dalam mengobarkan semangat
membela kebenaran di bidang pendidikan, sepertinya Bapak layak menyandang
predikat Pahlawan bagi kemajuan pendidikan di daerah.
3. Terakhir, “ke-Pahlawanan”
Bapak baru diakui oleh pemerintah di tahun 2011, itupun secara tak sengaja
Kakak saya membaca pengumuman bahwa setiap veteran bisa mendapatkan jasa dana
kehormatan oleh Pemerintah. Iseng saya diperintahkan mencari informasi
ke Kodim Temanggung. Disana saya diarahkan untuk ke Minvet (administrasi
veteran) yang berkantor di Maron-Temanggung, setelah mendapatkan informasi saya
diharuskan melengkapi beberapa syarat.
Pelan saya bilang ke Bapak
tentang dana kehormatan untuk veteran. Dahulu saat Bapak masih
bertugas, tunjangan veteran pernah menempel di gaji tiap bulan yang bapak
terima. Namun entahlah setelah ada “inpassing” tiba-tiba tunjangan
veteran menghilang dan Bapak tidak berkenan mengurus lagi. Bapak selalu
beranggapan bahwa sudah menjadi tugasnya sebagai warga negara harus ikut
berjuang mempertahankan kemerdekaan pada waktu itu, dalam
‘kamus’ Bapak pantang meminta!!
Surat Keterangan Veteran itu hanya
dipergunakan saat kami kuliah untuk mendapatkan “Beasiswa Supersemar”, Suatu kendilalahan saat
saya dan Adik hendak mengurus beasiswa Supersemar ada satu syarat tambahan
yakni : surat keterangan tidak mampu dari kelurahan dan Bapak
menolak.
Padahal sueeeeer, waktu itu hidup kami
sangat-sangat sederhana. Uang saku kuliah kami di bawah rata-rata teman
seangkatan dan beasiswa itu sangat membantu Kakakku dalam menempuh
perkuliahan. Tapi sejak ada satu syarat “mengerikan” tersebut, dengan
tegas Bapak menolak, walhasil saya dan Adik paling “menderita”. Hehehehe..
Tentang SK Veteran ini ada suatu
cerita. Pada suatu hari kami kedatangan tamu tak diundang yang dengan ‘arogan’
memamerkan SK Veteran dan meminta sumbangan belas kasih. Dengan santun Bapak
tersenyum dan berkata : “Pejuang tidak boleh meminta-minta”. Eeeeeeeeh… tamu
veteran itu mencak-mencak dan dari mulutnya keluar kata yang jauh
dari sopan. Akhirnya dengan nada datar Bapak berkata : “Jangan
mentang–mentang ber-SK Veteran maka anda semaunya, hanya dari golongan ‘C’
sudah bergaya. Nih saya dari golongan ‘A’ saja tidak pernah cerita
kemana-mana!”, sambil menyodorkan SK Veteran Bapak. Golongan A
merupakan penghargaan tertinggi bagi para pejuang yang dalam pembela bumi
pertiwi. Hikss.. si tamu langsung ‘pasi’ dan dengan terbata-bata mohon pamit.
Saat berpamitan Bapak tak lupa menyelipkan sedikit uang untuk sang Veteran itu.
Kembali pada masalah kepahlawanan Bapak
yang diakui Pemerintah, setelah saya bilang bahwa ini bukan tunjangan Veteran
namun dana penghargaan dari pemerintah, akhirnya Bapak
mengijinkan saya mengurusnya. Alhamdulillah berkat bantuan Pak
Hanafi, anggota TNI yang bertugas di Minvet Kodim Temanggung, Bapak bisa
menerima dana penghargaan @ Rp.250.000,-/bulan. Dana Kehormatan bisa dicairkan
dua bulan setelah kami mengurusnya pada tahun 2011 dan di-terima-kan sejak
tahun 2008. Bapak bercerita jika di bulan Oktober, dana kehormatan telah
dinaikkan menjadi Rp.750.000,-/bulan. Tidak menafikan uang tersebut
meringankan beban Bapak saat harus jalan-jalan ke rumahku atau ke Kakakku di
Jakarta, Semarang, Lampung, maupun Kuala Lumpur, hihihi…..(keluar deh
sok-nyaaa)
Bukan nilai uangnya yang saya bahas,
namun penghargaan Pemerintah terhadap para Veteran yang membuat saya bahagia.
Alhamdulillah dari awal Bapak selalu mendapat uang dari pemerintah berupa gaji
atau pensiunan PNS. Namun bagi Veteran yang tidak mendapatkan penghasilan, uang
segitu berasa “luar biasa” dalam membantu perekonomian keluarga.
Ada satu cerita yang membuat kami
“nyesek dada”. Akhir Oktober lalu Bapak kedatangan tamu dari Legium Veteran
yang memberikan surat “Pilihan Hidup” buat Bapak. Dalam surat tersebut Bapak
diminta kelak jika Bapak meninggal untuk memilih dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan atau mendapat penghormatan tembakan salvo atau keranda ditutupi
bendera Merah Putih. Seperti biasa Bapak tidak memilih apapun dari tiga pilihan
tersebut, namun akhirnya Bapak memilih yang nomor tiga yakni ditutupi bendera
Merah Putih. Setelah tamu pulang Bapak tertawa dan berkata : “Kematian itu
sunatullah, urusan penguburan itu urusan yang masih hidup. Tak ada satu
manusiapun mengetahui akan meninggal di belahan bumi mana.”
Dari urusan kematian adalah rahasia
Allah meluncurlah nostalgia yang indah. Saat Bapak harus memanggul senjata
untuk melawan Belanda di daerah Petirejo Ngadirejo di serangan umum bersama 3
orang ada tanda Belanda datang. Teman Bapak yang bernama Pak Karjo berteriak
untuk segera tiarap. Bapak tetap berdiri dan tetiba ada granat jatuh tepat di
depan Bapak. Alhamdulillah granat tangan itu hanya berdesis saja. Sementara pak
Karjo dan satu temannya yang tiarap malah tertembak lengan kanan dan paha
kirinya. Setelah Belanda pergi, Bapak dan satu temannya harus memanggul
temannya yang tertembak tersebut. Awal mula Bapak bergabung Tentara Hisbullah
Parakan pada zaman pendudukan Jepang. Para pemuda dilatih menjadi Sainendan
(untuk pemuda usia 13 tahun) dan Keibodan (untuk laki-laki dewasa). Seiring
berjalannya waktu Hisbullah bergabung dengan BMT Barisan Muslimin Temanggung di
bawah pimpinan Kyai Haji Subhi dan Kyai Haji Nawawi (Mbah Kakung). Setelah
Jepang pergi, Bapak menuntut ilmu di Perguruan Al Iman Magelang. Saat itu
sekitar tahun 1948 Belanda datang ke Indonesia dan mau tak mau Bapak harus
pulang ke Ngadirejo. Perlu 5 hari berjalan dari Magelang ke Ngadirejo bersama
dengan 4 perempuan teman sekolahnya.
Saat pendudukan Belanda, setelah pulang
dari Magelang Bapak kembali bergabung dengan Hisbullah Ngadirejo pimpinan Bapak
Kandar. Untuk menghadapi penjajah Belanda ada cerita yang menyesakkan dada.
Tentara Hisbullah dalam berperang melawan Belanda yang bersenjata lengkap
dengan Canon, Grand dan persenjataan modern lainnya harus berjibaku hanya
dengan 11 senjata. Itupun didapat dari para tentara Hisbullah yang rela
berkorban harta dan jiwa. Bapak ikut menyumbang satu senapan seharga satu kuda
yang dijual hanya untuk menebus senjata tersebut. Dan setelah senjata terbeli
kemudian diserahkan ke Hizbullah untuk digunakan secara bergantian.
Juga mengalir kisah setelah sekian lama
bergabung dengan Tentara Hisbullah, Bapak tetiba kangen Simbok dan nekat pulang
ke rumah. Saat tiba dirumah dan sedang di dapur, mendadak Belanda datang di
kampung. Bapak hanya berdiam diri di pojok dapur, diantara kayu bakar dan dari
balik-bilik melihat tetangga depan Pak Dul Kahar di lempar Belanda ke dalam
truk. Alhamdulillah Allah masih melindungi Bapak. Padahal waktu itu, Belanda
sedang gencar mencari para pemuda untuk kemudian di bunuh di jembatan Progo.
Ada lagi satu kisah bahwa kematian adalah rahasia Allah, bagaimana Bapak dan
teman teman yang berperang, berhadapan langsung dengan Belanda bisa “terbebas”
dari senjata, sementara 22 warga yang baru pulang dari pasar tewas di hantam
canon yang ditembakkan Belanda dari Parakan. Innalillahi wa inna illahi rojiun. Dan
nikmat manalagi yang engkau dustakan….
Saat ini di usia ke 87, Bapak masih
bisa menikmati hidup dengan memberikan wejangan-wejangan kecil di musholla
belakang rumah, masih bisa membaca Alquran atau koran tanpa memakai kacamata
dan masih sanggup bepergian kemanapun yang diinginkan. Hanya saja “Sunatullah”
telah berkata pendengarannya telah jauh berkurang, dan kadang menjadi kendala
Bapak dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Kini kami hanya bisa mensyukuri bahwa
pahlawan kami “Bapak”, masih bisa menikmati kemerdekaan yang diperebutkan
bersama TENTARA HIZBULLAH dengan desingan peluru, tetesan darah dan air mata.
Berhadapan langsung mengusir penjajah dari bumi pertiwi di masa Class dengan
Belanda.
Hari ini di tanggal Sepuluh November
kami hanya bisa berucap : Selamat Hari Pahlawan Bapak dan seluruh pejuang yang
telah gugur mendahului kita dalam mempertahankan bumi pertiwi dari cengkeram
para penjajah negeri.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/idamoerid/perjuanganmu-inspirasi-kami_56413216bb937329048b4567
Masya Allah. Inspiratif
BalasHapus