Bukan Untuk Mudikers



         Pertama kalinya kami dari GBT Gerakan Berbagi Temanggung (metamorfosis dari GSM berbagi CDMA, Gerakan Sribu Mukena berbagi Ceria Dunia Menuju Akhirat) melakukan kopi darat formasi agak komplit dengan tema emplok - emplok dan bersenang - senang. Biasanya kami bertemu ( tidak pernah komplit) disibukkan dengan berbagi mukena untuk mualaf, sembako untuk duafa atau paket alat tulis untuk anak yatim dan tetap bersenang senang tentunya ;😉

       Di rumah makan legendaris RM Ani, Jln. Kedu Parakan pada romadhon ke 23 (kalau tidak salah), bersama mbak Yusi, Sari Tri, Hasna, Fitri, Erty, di penghujung waktu Yulia Surya bersama mas bojo menyusul ke rumah makan, sembari berbuka puasa kami bercengkrama dan saling berkenalan (berawal grup maya dan berantem di dunia maya).  Saat bercengkrama itulah, diriku ter"gelitik" dengan omongan Fitri, bagaimana rempong dan capeknya jadi tuan rumah untuk menyambut mudikers.
Menjadi tuan rumah pengalaman pertama baginya, karena belasan tahun dia hanya rempong sebagai mudikers. 😀
Yaaa bagi mudikers, persiapan dan bagaimana perjalanan menuju kampung halaman begitu menggoda. Terjebak macet, nyobain jalan baru, nyiapin oleh - oleh untuk handai taulan dan sanak keluarga di rumah, sampai tuker duit baru untuk dibagikan ponakan tersayang menjadi cerita menarik. Dan kehebohan mudikers itulah fenomena yang terekspos di dunia maya.
Padahal bila kami sebagai tuan rumah menceritakan betapa rieweuhnya persiapan menyambut para tamu dan terutama menyambut mudikers pulang kampung halaman pasti bisa membuat orang berurai air mata saking luar binasaaaanya eh biasa.😝

      Bagaimana tidak? Jauh hari sebelum lebaran, kami para penjaga rumah alias tuan rumah harus menyusun menu, memastikan stok makanan tersedia cukup selama para mudikers di rumah. Meskipun pada kenyataannya banyak yang jajan, namun persedian di rumah  tidak bisa diabaikan.
Setelah persedian tercukupi, langkah selanjutnya adalah  menata ruangan agar cukup menampung seluruh mudikers.

        Bila ruang tidak mencukupi,  maka satu satunya cara yaaa gelar karpet di sebuah ruangan untuk tempat nggelosor istirahat bersama, Bila mudikers mendapat kenikmatan lebih, maka ada beberapa keluarga yang booking hotel, tapi rata rata para mudikers ingin ngumpul bareng di rumah dengan kondisi apapun.
Tahap ketiga kesibukan menyambut lebaran di rumah adalah menyiapkan pritilan macam stoples, piring, gelas, dan lainnya. Bila hari biasa empat piring cukup untuk digunakan, namun di suasana lebaran, seluuuuuuruuh pritilan yang tersimpan di gudang dikeluarkan, dibersihkan dan kemudian ditata sesuai fungsinya.

        Tahap selanjutnya, sebagai tuan rumah akan nyiapin hidangan untuk menjamu mudikers dan para tamu. Sesederhana apapun sajian yang akan dihidangkan, pastinya tuan rumah ingin menyajikan yang terbaik dan terlezat yang ia mampu. Ada beberapa hidangan yang wajib dimasak sendiri sesuai permintaan mudikers. Namun ada yang harus dipesannya jauh - jauh hari, karena berdasar pengalaman, memesan masakan  di katering pada H _3 sebelum lebaran banyak  yang menolak, saking banyaknya nerima pesanan. Akhirnya tuan rumah rempong didapur lagi.😀

        Tibalah hari yang ditunggu, setelah sholat ied dan sungkem saling memaafkan, PR sudah di depan mata. Lhoo kok PR? Aturan, saat lebaran tiba semua selesai dong. Oh noooo..jangan berpikir seperti itu mudikers.
Coba bayangkan dan rasakan,,
Karena para mudikers terbatas waktunya, maka saat lebaran di manfaatkan untuk silaturahmi sekaligus liburan. Waktu habis di luar rumah. Sementara tamu mulai berdatangan, otomatis tuan rumah kembali yang rempong. Nyiapin minum dan makan untuk mudikers dan tamu, beberes rumah, cuci piring yang bejibun jumlahnya sampai memastikan stoples tidak boleh ada yang kosong, harus diisi ulang setelah tamu pulang. Sepertinya sepele yaaa..tapi prithilan itu semua sangat menyita waktu dan energi.

       Terlebih ada sebuah kisah bila salah satu keluarga mudikers ada yang egois,, tidak mau tau dengan kondisi yang ada.  Bahkan sekadar membantu cuci piring, menyapu atau menyingkirkan gelas ke dapurpun tidak dilakukan.  Merasa bahwa hal tersebut bukan menjadi tanggungjawabnya.  Yang ada di otak para mudukers adalah sibuk selfiyatun,  jalan keluar atas nama silaturahmi, tapi tidak menjalin silaturahmi ke dalam. Duuuhh..rasanya kepala mau pecaaah berbiiii. Rasanya pengen emosiiiii aja.😠

      Naah daripada "tinimbang" semua energi yang terkuras akan sia - sia belaka., maka tanamkan dalam hati terdalam,  bahwa semua aktifitas yang menyita waktu, uang dan seluruh energi itu  hanya semata mata birrul walidain aja,
Setelah itu barengi dengan lapangkan hati untuk sebuah keikhlasan (meski kadang berat, tapi harus dipaksa untuk ikhlas) 😋 hiyaaa... ikhlas harus dipaksakan tumbuh dalam hati lhoooo,  maka akan terasa ringan dalam melangkah dan melaksanakan yang semula terasa berat..

         Ketika niat sudah ditanamkan, seiring berjalannya waktu masih ada sesuatu yang mengganjal di hati, namun bila diungkap akan timbul masalah baru? Ambil wudhu.. sholat dan mengadulah pada Allah apa yang kita rasakan, minta sama Allah untuk diberi secuil keikhlasan.
Masih mengganjal? Cari salah satu saudara yang paling dekat secara emosi dengan kita, luapkan kekesalan kita dengan santun, jangan dengan mendelik  kayak diriku yaaa.hihihi
Eh,,,masih mengganjal juga? Berarti sebagai tuan rumah kita  harus di tune up atau di up grade tuuh, biar ilang rasa iri dan dengki yang menggerogoti hati. 😄

adi, daripada kita sia sia dalama hidup . yuuuk mari nikmati dimana maqam kita. Karena kita sendiri yang menciptakan kebahagiaan, bukan orang lain.
Salaam bahagia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kulihat Pelangi Bersamamu

(Puisi) Tarian koruptor

Paling Jauh dan Paling Dekat Dengan Manusia?