Sekelumit tentang Utang Menebar Debar

 

gambar diambil dari GGWp.id

Beberapa kali saya membaca status teman bagaimana dia menagih uang yang dipinjam dengan cara santun, menyindir bahkan ada kata makian yang  menyesakkan dada.  Saya (Alhamdulillah bukan sok yes yaaa J) tidak punya “sangkutan” dengan dia aja merasa berdebar – debar membacanya. Apalagi teman yang lagi ditagih ya? Atau jejangan mungkin dia malah tenang, aman dan damai aja karena udah memblokir nomor teman yang meminjaminya.  hahahaha.

Membahas tentang utang  memang ngeri - ngeri sedap.  Dengan berutang ada beberapa orang yang pintar mengelola keuangan, dia dapat menambah pundi - pundi kekayaaan. Mampu memiliki barang yang diidamkan sejak lama. Ada juga yang berutang karena memang kepepet, sudah tidak mempunyai dana untuk keberlangsungan hidupnya. Tapi rerata orang tipe ini akan lebih banyak diam dan jarang mengajukan utang bila memang sangat tidak mendesak untuk keperluan pendidikan atau kebutuhan susu untuk balita, atau kebutuhan makan harian untuk anaknya yang masih kecil.  Ada juga tipe orang yang berutang karena gaya hidup dan sengaja  “ngembat” (berutang dengan niat tidak mengembalikan). Naaah tipe yang kayak gini yang biasanya ga bisa diomongin. Karena sudah menyangkut life style yang tidak ada patokan baku seperti apa gaya hidup yang diinginkan.

Contoh yang paling aktual saya baca di berita online. Seorang pegawai Bank dengan gaji fantastis merampok bank tetangga. Semuanya berawal dari jatuh tempo pinjaman yang harus dilunasinya  pada pekan itu. Terinspirasi dari sebuah film yang ditontonnya setiap hari, dengan kepala berdenyut dan jantung berdebar dia menyiapkan segala sesuatu untuk melancarkan aksinya. Apesnya seorang satpam tidak menuruti kehendaknya. Bahkan si satpam  berani melawan setelah mengetahui pistol yang ditembakkan pelaku sejenis softgun. Tertangkaplah si perampok tanpa pernah menikmati hasilnya.

Dengan logika akal sehat,  seseorang Vice president bank bergaji 60 juta tiap bulan sudah dapat menikmati hidup dengan sangat layak, jauh di atas rata - rata. Tapi karena terlililit utang, dia sudah tidak dapat berpikir menggunakan akal sehatnya. Entah apa yang ada di pikirannya saat itu. Dia pikir dengan merampok masalah akan selesai. Faktanya justru semakin menambah masalah  baru yang semakin membuatnya terpuruk.

Sebenarnya dalam Islam utang juga bukan sesuatu yang dilarang.  Justru kita diwajibkan membantu orang lain yang meminta bantuan. Yang diharamkan/ dilarang dalam islam adalah mengambil riba atau bunga dari uang yang dipinjamkan. Dengan riba, bukannya menyelesaikan masalah namun justru membuat orang lain menjadi lebih menderita karena uluran tangan bersyarat kita.

Saya pribadi juga mempunyai kisah kasih tentang utang piutang. Semua bermula dari awal pernikahan. Baru seminggu menikah, salah seorang teman kerja suami menarik modalnya tanpa memberitahu jauh hari.  Mungkin dia takut modal usaha bersama habis buat nikahan kami yaa. Hihihi. Saya mengajukan pinjaman lima juta (saat itu gedeeee banget) di salah satu bank pemerintah. Tanpa membaca klausul, pinjaman langsung cair. Ga sampai  sejam uang itu sudah diserahkan ke teman yang awalnya menitipkan uang untuk usaha.  Tidak sampai dua bulan kami sudah ada pegangan uang lima juta. Dengan gagah kami ke bank untuk menutup pinjaman tersebut. Weladalaaaahhh.. ternyata pinjaman yang harus kami bayar hampir sepuluh juta karena harus menutup beserta bunganya. Alamakjaaah.. kamipun pulang dengan gontai tanpa melakukan pelunasan.

Tapi di bulan ke delapan pinjaman, saya udah tidak tenang dan meminta suami untuk segera menutup saja pinjan tersebut. Kami berupaya agar utang tersebut segera kami lunasi. Akhirnya Alhamdulillah pinjaman tersebut sudah tidak menjerat kami lagi.

Kisah utang kedua, saat tidak ada angin tidak ada hujan, pada tahun 2001 pengembang perumahan yang kami kontrak datang survey di perumahan untuk rumah yang masih belum berpemilik dan suami iseng ngobrol di halaman. Ternyata ada satu rumah yang menjadi haknya di perumahan tersebut yang akan dijual. Iseng suami menawar dan ternyata harganya dibawah standard karena dia butuh duit.  Saat itu tabungan kami hanya sembilan juta. Allah berkehendak rumah itu menjadi milik kami meskipun harus utang sana sini dalam waktu tiga hari. Hanya selang empat bulan utang di salah satu kakak selesai. Dua tahun kemudian pinjaman ke orang tua saya bisa terbayar meskipun sebenarnya Bapak tidak mau menerimanya. Sedangkan ke kakak sulungku diberi kemudahan mengangsur suka - suka. Alhamdulillah meski tempo suka – suka dan tanpa ikatan perjanjian kami bisa membayar lunas beberapa tahun kemudian dan itu membahagiakan.

Sebenarnya kamipun punya utang di lembaga keuangan. Tapi kami mengajukan pinjaman secara terukur. Dalam arti meminjam sesuai kemampuan angsur dan pantang meminjam lagi sebelum pinjaman lunas.  Nah disini  kami berutang hanya untuk kebutuhan mendesak saja sehingga tidak menjadi kebiasan buruk,  sedikit - dikit utang,  utang kok dikit - dikit. Hihihi. Memang konsekuensinya kami tidak punya barang yang mengisi rumah kami, tapi setidaknya kami tenang menjalani hidup ini tanpa harus membebani diri apalagi menjadi beban orang lain.

Tentang menjadi beban orang lain, kami punya pengalaman yang kurang mengenakkan. Sebuah kebetulan tetangga saya punya utang di beberapa lembaga keuangan. Entah kenapa setiap akhir bulan rumah kami kedatangan tamu dan menanyakan keberadaan tetangga. Dan yang paling parah pernah ada seorang salah alamat ke rumah sembari menggunakan nada tinggi. Untung cuma ketemu suami yang kalem,  cobaaa ketemu diriku yang mudah tersulut. Ancurr kau!!! Untunglah akhirnya si tetangga pindah rumah tanpa tahu keberadaannya hingga saat ini dan berangsur masalah tagih menagih dengan desibel tinggi menghilang dari rumah mungil kami.

Begitulah kisah tentang utang piutang memang ngeri ngeri swedap. Saya pernah mendapat pengalaman diminta bantuan pinjaman keuangan. Cieee… keren yaaa. Dianggapnya saya Lembaga keuangan kali yaa.. hehehe. Awalnya saya bertemu seorang teman lama di minimarket. Spontan saya menyapa dengan riang dan membelikan beberapa jajanan untuk balitanya yang diajak ke minimarket. Sore hari saat kami sedang santai, tetiba pintu diketuk dan muncullah suami temanku bersama anak yang diajak ke minimarket tadi pagi. Tanpa basa - basi dia bilang membutuhkan pinjaman modal sebanyak sepuluh juta rupiah. Tanpa mikir sedetikpun, seketika saya tolak  saat itu karena saya pribadi ga pernah liat duit sebanyak itu hihihi. Oh.. ternyata dia tipe orang pantang menyerah!! Dia langsung menurunkan pinjaman menjadi lima juta rupiah dan saya masih gagah menolaknya J Akhirnya dia menurunkan pinjaman menjadi sejuta rupiah dan saya masih bisa menolak karena sumpah di rumah tidak ada uang sebesar itu. Eeeh.. tipe “pejuang” juga diaa!!!! Dengan memasang wajah tanpa berdoasa dia tetap meminta pinjaman 500 ribu. Saat itu hati saya sedikit goyah, tapi melihat “perjuangan” dia justru membuat saya “illfill” .  Otak kancilku berasumsi, baru ketemu setelah sekiaaaan tahun tak jumpa dan tetiba meminjam uang pasti ada yang salah dengan orang ini. Akhirnya untuk “mengusir” dengan cara halus saya bilang saya tidak bisa meminjaminya. Saya buka dompet yang kebetulan cuma ada seratus ribu rupiah dan dengan seenak udel dia mau meminjam semuanya. Huff.. emang muka tembok nih orang. Saya pun nembokin muka saya. Hihihi. Saya bilang hanya bisa memberi pinjaman 50 ribu rupiah karena separonya untuk membeli susu anak. Aturan dia mundur teratur yaaa dengan penolakan keji itu. Tapii.. satu lembar biru 50 ribuan itupun dia terima jua. Hahahaha. Beberapa hari kemudian saya cerita ke teman lain tentang kegagahan saya menolak memberikan pinjaman dan mereka justru mengacungi jempol. Haaaa.. ternyata dia emang selalu memanfaatkan pertemanannya untuk  menipu dengan modus meminjam tanpa  berniat mengembalikan.  Sudah banyak teman yang menjadi korbannya.

Modus “ngembat” alias meminjam tanpa berniat mengembalikan ini, jujur pernah merasukiku. Saya bersikap jahat terhadap teman karibku sendiri. Bukan karena saya tidak punya uang, tapi karena saya terpancing emosi setelah dipanas-  panasin oleh teman lain bahwa temanku itu mendapat durian runtuh, mendapat uang yang lebih banyak daripada yang kami terima. Saat itu saya meminjam uang dua juta rupiah dengan alasan lagi butuh buat beli susu anak. Hiks. Beberapa bulan kemudian utang itu ditagihnya karena untuk keperluan anaknya sekolah. Berhubung setan telah merasuki hatiku, meski saya mengantongi uang tapi saya bilang belum bisa balikin (jahat sekali sayaaaaaaa saat itu…). Sekarang bila teringat kejahatan saya kepada karib tersebut, air mata saya auto keluar. Hiks

Suatu kebetulan saya selalu mencatat semua peristiwa, termasuk utang atau penerimaan dan rencana pengeluaran di agenda, di selembar kertas ataupun di catatan telepon genggam. Ternyata dalam ajaran Islam mencatat utang memang diwajibkan.

"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya." (QS Al-Baqarah: 282)

Pencatatan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat transaksi agar ahli waris bisa menunaikan kewajibannya kelak jika salah satu pihak meninggal dunia dan tidak menjadi beban di akhirat.

Dalam ajaran Islam, utang memang harus segera dilunasi.  Hal ini diriwayat HR Tirmidzi bahwa Rasulullah SAW bersabda :

Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan utangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi).

Hadits ini menunjukkan bahwa hutang yang belum dibayar menjadi pemberat dan membuat jiwa kita tidak diterima terlebih dahulu. Astagfirullah.

Sekian tahun berlalu catatan itu menyelamatkan kehidupan saya!!!! Suatu hari saya dan suami bebenah rumah dan menemukan agenda, tempat corat - coret  saya belasan tahun lalu.  Iseng Suami membuka lembar per lembar agenda tersebut dan beliau menemukan catatan bahwa saya mempunyai pinjaman dua juta rupiah ke karib saya.  Suami bertanya ini pinjaman untuk apa? Saya agak tergeragap dan meluncurkan pengakuan dosa yang sekian lama tersimpan rapat. Niat awal saya meminjam uang ke dia memang tidak akan pernah mengembalikan karena panas dikomporin teman saya!!! Saat itu suami memberi saya uang dan harus segera mengembalikan detik itu juga. Saya malu menghubungi karib saya tersebut dan berpikir dia pasti sudah melupakan. Suami saya marah!! Eeeh.. baru kali ini saya dimarahin suami hingga saya ga punya keberanian membalas marah pada beliau. Biasanya suami baru seucap kata, sudah ada rentetan kata keluar dari mulut saya. Hihihi. Akhirnya di depan suami, saya kontak karib saya dan dari nada datarnya saya udah gemetaran bilang ingin bertemu. Dia bilang besok pagi jam sembilan karena saat itu dia sedang sibuk. Deg…..begini rasanya!!!!! Rasa yang selama ini saya abaikan.

Keesokan harinya jam 8.45 WIB saya udah berada di kantornya. Sekitar jam 9.30 saya baru ditemui. Dengan senyum simpul dia bertanya  : “mau apa Dik?”  Dengan gemeteran dan tertunduk malu saya bilang mau mengembalikan uang yang duluuuu saya pinjam.  Dan mengalirlah cerita dari mulut kenapa saya bermodus jahat ke dia. Alhamdulillah dia mau memaafkan dan menerima pengembalian pinjaman uang tersebut tanpa bunga sedikitpun. Dia cuma heran,  kok bisa - bisanya saya berlaku jahat terhadapnya. Dia merasa itu bukan saya banget. Hiks hiks. Tapi dia yakin bahwa rezeki tidak pernah akan tertukar. Kalau memang masih rezekinya akan kembali. Ya Allaaaah  rasanya gumpalan batu yang ada didada, beban berat yang menghimpit selama ini ( karena tertutup  iri, dengki dan niat jahat) di dada langsung lenyap seketika. Kami berpelukan dan alhamdulillah setelah peristiwa tersebut  pertemanan kami kembali terjalin mesra sampai sekarang.

Begitulah sekelumit kisah tentang utang. Masalah sederhana  saja tapi bisa menjadi beban seumur hidup. Saya bersyukur masih dijaga  dan disayang Allah meskipun harus lewat perantara suami atas ketidaksengajaannya membaca catatan jadul saya. Andai catatan itu hancur atau hilang, berarti saya akan menjadi bahan bakar api neraka karena secara sengaja berutang dengan niat tidak akan mengembalikan. Astagfirullah hal azziim. La haula walaa kuawa illa billahil aliyil adziim. Untunglah saya sudah melunasi utang terlebih dahulu baru menemukan hadist  yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah :

 “Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah)

Hal terparah dari utang adalah ketika sesorang tidak berniat untuk membayar dan menyelesaikan utangnya. Mereka akan diberikan status sebagai pencuri karena menggunakan dan memakan uang yang bukan haknya. Ini sama seperti pencuri!!! Waduuuuhh… sia - sia doooong tabunganku di dunia untuk bekal di akhirat gegara utang yang sengaja tidak saya bayarkan. Mosok saya harus menderita dunia akhirat gegara utang. Tidaaaaak, saya gak mau rugiiii!!!

Sejak peristiwa temuan catatan oleh suami, saya berusaha membereskan semua utang (terutama uang) yang pernah dipinjamkan pada kami dengan menyisihkan uang yang ada, bukan menunggu sampai uang untuk melunasinya ada. Beberapa yang saya ingat terutama ke saudara kandung saya upayakan, meskipun mereka pada akhirnya mengikhlaskan pinjaman yang receh sembari ngekek. Tapi saya tetap melakukannya karena saya takut akan hal ini :

"Barangsiapa mati dan masih berutang satu dinar atau dirham, maka utang tersebut akan dilunasi dengan (diambil) amal kebaikannya, karena di sana (akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham." (HR Ibnu Majah ~ shahih)

Berawal dari ajaran al quran dan hadist yang saya pelajari, sekarang kami berusaha tidak mempunyai tanggungan utang (bila sangat tidak terpaksa) agar bisa menikmati hidup tenang dan bahagia di dunia dan akhirat. Aamiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kulihat Pelangi Bersamamu

(Puisi) Tarian koruptor

Paling Jauh dan Paling Dekat Dengan Manusia?