(Fiksi)Aku, Tasku dan Anakku





Aku Elena, istri seorang politisi yang karena dicintai banyak orang terpilih kembali mewakili dapilnya duduk di Senayan. Sebagai istri yang baik aku harus mengikuti segala kegiatan untuk mendukung karir suami. Menemani suami kunjungan kerja ke daerah, mengikuti kegiatan ladies program, mengikuti kursus pengembangan diri dan kepribadian, mengikuti kursus public speaking, menemui para konstituen di masa reses sampai menemani wawancara dengan wartawan. Beruntunglah aku diberi paras menawan dan fisik ideal yang didambakan hampir semua wanita. Jika para wanita mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkannya, aku cukup memanggil salon langganan ke rumah dan melakukan perawatan seminggu dua kali. Dengan fisik yang lumayan aduhai, wajarlah banyak godaan mendekat. Dari laki-laki iseng maupun brondong butuh duit banyak yang mendekatiku. Tapi maaf, sedikitpun tidak ada niatan menduakan atau meninggalkan suamiku yang baik.

Aku Elena, wanita tipe setia. Apapun keinginan suami berusaha aku kerjakan dengan hati riang. Segala kegiatan untuk mendukung karir suami selalu aku dahulukan daripada kegiatanku sendiri. Diwaktu senggang, sesekali aku menikmati “me time” dengan kumpul arisan bersama teman kuliah dulu dan sebagian kecil ibu-ibu istri politisi sama sepertiku. Arisan receh hanya sejuta sekali kocokan. Saat pertemuan arisan diadakan ada teman yang membawa tas, high heels  atau berlian spontan diagendakan arisan lagi untuk barang yang dibawa saat itu. Sebenarnya barang-barang tersebut bisa saja langsung aku bayar kontan. Tapi atas nama solidaritas dan untuk memenuhi jiwa sosialku, kebutuhan untuk berkumpul dengan orang lainlah yang membuatku bertahan mengikuti acara arisan yang rutin dilakukan sebulan sekali.

Saat ada promo, aku dan sebagian teman arisan sering hang out berbelanja di Orchad Road, atau menyambangi mall baru, Bedok Mall dan memborong beberapa tas Hermes atau Louis Vitton kesukaanku.

Pernah suatu hari aku teledor. Lagi enak-enaknya ngopi di café bareng teman. Tiba-tiba aku kebelet ingin buang air kecil, buru-buru aku berlari mencari toilet. Aku titipkan tas Hermes pada mbak office girl penjaga pintu toilet. Saat keluar, mbak office girl-nya sudah tidak ada dan tas Hermes dua ratus jutaku lenyap begitu saja. Aku menangis meraung-raung namun tasku tak kembali. Sejak saat itu aku kapok menitipkan tas kesayanganku ke orang lain. Takut hilang lagi. Untunglah waktu akan masuk toilet, aku sempat mengambil dompet sehingga aku tak perlu kecewa untuk yang kedua kali karena gagal melanjutkan belanja.
Beruntungnya pula, saat aku melaporkan kehilangan tas ini ke suamiku lewat telepon, suamiku samasekali tidak marah dan hanya berucap “Gak papa Mi, besok beli lagi ya sayanggg…”

Selain suami yang baik dan pengertian, aku berbahagia dikaruniai dua bidadari cantik berumur enam tahun dan tiga tahun. Segala kebutuhan mereka selalu aku penuhi. Makanan bergizi dan susu terbaik selalu tersedia di kulkas. Mbak Ti panggilan akrab dari Suprapti pembantu rumahtanggaku tinggal memasak dan mempersiapkan segala kebutuhan sarapan anak-anakku. Setiap berangkat sekolah, Raisa anak sulungku selalu diantar pak Badri, supir keluarga yang setia menemani kami lebih dari enam tahun.

Sesekali si Raisa merajuk minta ditemani maminya ke sekolah. Saat aku – Elena ada waktu, kutemani Raisa sampai di depan gerbang sekolah. Setelah kucium pipinya dia akan turun dan menengok kembali ke arahku seakan enggan berpisah. Kuberikan senyum manisku untuknya hingga dia beranjak masuk ke kelas. Setelah “upacara” mengantar Raisa selesai, kembali aku disibukkan dengan kegiatan rutinku bersosialita. Suatu hari aku harus pergi untuk mendukung karir suami. Kayla anakku nomor dua pernah bertanya,

“Mami mau kemana? Mami mau pergi lagi?“

“Iya Kayla sayang, Mami harus membantu Papi nyari uang yang banyak buat Kak Raisa dan Kayla. Biar Mami bisa beliin mainan buat Kayla. Kayla ditinggal Mami gak papa kan sayang?” Jawabku.

Sambil tidak melepas si Pimpi boneka kesayangannya, Kayla menjawab “Gak papa Mi, Kayla udah biasa sama mbak Ti.”

“Kamu emang anak pinter sayang.”

“Tapi sekarang Kay pengen ditemeni Mami. Kemaren mbak Ti nakal, Kayla lagi maen sama Pimpi tiba-tiba paha Kay dicubit.“

“Sayang, Mami pengen banget nemenin Kay, tapi Mami harus pergi nanti Mami bilang mbak Ti jangan nyubit Kayla ya.”

“Ndak usah bilang Mi, udah sana kalau Mami mau pergi. Kay mau mandiin Pimpi.” Kayla bergumam.

Duh anak anak yang manis. Itulah aku Elena. Menangis meraung-raung saat tas hilang di toilet mall. Sejak itu kapok tidak akan pernah menitipkan tas mahalku ke orang lain yang tak kukenal.

Tapi aku Elena, setiap hari karena kesibukanku tetap tega dan tegar menitipkan Raisa dan Kayla dua buah hati yang selalu merindukanku pada mbak Prapti pembantu dirumah serta Pak Badri, supir keluarga yang setia. Semua itu kulakukan untuk mendukung penuh karir suamiku.

Lereng Sumbing Sindoro, 5 Mei 2014

Komentar

  1. harus gemana biar blog ini sedikit rada dikenal publik hihihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Blog baru mesti ada syukurannya nih :D
      Rajin2 menyambangi blog lain bu Ida, biar ada yang berkunjung balik. Hehe

      Hapus
    2. caranya geman mas PG?
      #maklum masih telmi hihi

      Hapus
  2. Mbak'eee... Blognya tak'sangkutin di blogku yaaa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. mbLIzz.. thankss bingits. trus aku kudu gemana mbak? gak harus ngirim tumpeng ke mba LIz kan? hehehehe

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kulihat Pelangi Bersamamu

(Puisi) Tarian koruptor

Paling Jauh dan Paling Dekat Dengan Manusia?