(Fiksi) Harusnya Aku Melewatkanmu
Harusnya
ku telah melewatkanmu
Menghapuskanmu
dari dalam benakku
Namun
ternyata sulit bagiku
Merelakanmu
pergi dari hatiku
[Adera
– Melewatkanmu]
Samar
kudengar lagu itu tanpa terhenti. Selesai di syair terakhir kembali Adera
mengusik dengan lagu Melewatkanmu. Aku lirik pak sopir travel yang masih
muda berusia sekitar 32 tahun mengangguk-anggukkan kepala dan sekali ikut
bersenandung. Keren juga sopir travel ini, biasanya sopir menyetel lagu dangdut
atau campursari paling keren lagunya Wali atau ST12. Tapi si sopir memutar lagu
Adera. Mellow, mendayu.
Sepanjang
perjalananku dari Yogyakarta menuju kota kecilku di lereng Sumbing Sindoro
menjadi jengah. Hatiku tertusuk oleh Adera. Untuk mengusir rasa yang teraduk aku
mencoba pejamkan mata. Tiba-tiba tilulit tilulit tilulit.. handphoneku
bergetar. ada sms masuk. Duh, dia lagi dia lagi. Dia yang harus kulewatkan,
kembali menyapaku
“Semangat
pagi.”
Kututup
handphone, berusaha abai dengan sms barusan. Kembali aku pejamkan mata untuk
menghalau rasa yang tiba-tiba menyeruak.
Adera masih bersenandung..
Melewatkanmu di lembaran hariku
Selalu terhenti di batas senyumanmu
Walau berakhir cinta kita berdua
Hati ini tak ingin dan selalu berdusta
Lupakanmu takkan mudah bagiku
Selalu ku coba namun aku tak mampu
Membuang semua kisah yang telah berlalu
Di sudut relung hatiku yang membisu ku
merindukanmu
Tilulit
tilulit tilulit… handphone kembali bergetar. Semakin kudiam, semakin getarannya
membuatku panik. Lemah, kubuka sms tersebut “Lagi apa jeng?”
Gamang…
Kututup
message. Saat kutimang handphone
kembali bergetar.
“Dalam diammu, aku tetap yakin kau masih memikirkanku.”
Fuuihh,
masih tega dia menyakitiku dengan sms itu, tanpa energi akhirnya kubalas jua
“Ada apalagi? Biarkan aku tetap berpijak di
bumi”.
“Aah.. akhirnya dibalas juga. Senyum dong!”
“Preet…”
“Lagi apa, Wuk?”
“Lagi jengkel. Gak mau diganggu lagi.
Please.. menjauhlah, biarkan aku melewatkanmu menghapuskanmu dari dalam
benakku”.
Sesaat
setelah kupencet send.. terkirim,
seketika teleponku berdering. Kutatap layar, tanpa nama.
Meski
hanya nomor yang terpampang, aku sangat familiar dengan nomor yang akhir- akhir
mengakrab dibenakku. Dering telepon kembali menjerit, hilang, meandering,
hilang, mendering kembali, hilang. Aku diam.
Tanpa
rasa bersalah Adera masih bersenandung sampai akhir. Kulihat si sopir memencet
tombol. Aku bernafas lega siksaan batin akan terhenti disini. Namun
hanya sesaat, karena mas sopir memilih lagu Melukis Bayanganmu. Adera
semakin menusuk ulu hatiku.
Biarkan aku melukiskan bayangmu
karena semua mungkin akan sirna
Bagai rembulan sebelum fajar tiba
kau selalu ada walau tersimpan
di relung hati terdalam
Sepanjang
dua jam perjalanan pulang dari Yogyakarta menuju Lereng Sindoro Sumbing Adera
terus menyiksaku. Dalam diamku aku menangis.
Lereng
Sindoro Sumbing, 16 Juni 2014
Uhuuukkk.. :D
BalasHapusahaaaaaa.. ajariiinnnnnn
HapusDuuhh.....lam malam kok bacanya yang sedih. Untungnya aku tak melewatkan ini. Huapiiik.....
BalasHapusSalam kenal Mbak...
salam kenal mbak Dyah Rina. saya udah kenal nama dengan jenengan mbak. tapi belum pernah tabok tabokan yaaa heheheh
Hapussaliim
Hmm.......ada yg lagi mellow
BalasHapusthanks kunjungannya mas Pical Gadi.
Hapus# gelar tiker merah ahhhh buat nyambut tamu dari Pulau Celebes. hihihi