(Fiksi)Lelaki yang Kurindu
Lelaki
itu tiba-tiba menganggukkan kepala sambil tersenyum saat mengetahui aku
memperhatikan dirinya dari tadi. Aku segera membalas senyumnya untuk menutupi
rasa malu yang menyeruak. Senyum lelaki itu mengingatkanku pada sosok yang
pernah sangat kurindukan saat kuliah dahulu. Sedikit banyak lelaki yang
kurindukan itu banyak membantuku untuk mengarungi hidup yang kembang kempis
saat kost di Semarang.
Ingatanku
kembali melintas belasan tahun yang lalu kala aku kost di Erlangga Tengah
Semarang untuk kuliah di Undip. Setiap hari di siang yang terik aku selalu
menunggu laki laki itu. Saat dia datang, bergegas aku menghambur keluar dari
kamar untuk menyambutnya, untuk mendengar cerita lucunya, bergurau sampai
ngakak dan sesekali menceritakan keluarga masing-masing. Setelah semuanya
selesai, dia akan pamit dengan sopan dan segera berlalu sambil melemparkan
senyum jenakanya.
Begitulah
lakon setiap hari yang kulakukan dari secuil waktuku menuntut ilmu, hingga
tumbuh kedekatan dan keakraban diantara kami. Tidak ada jarak diantara kami.
Aku selalu menunggunya.
Tak
terasa hampir setahun kami saling membutuhkan. Hingga tanpa alas an yang jelas
dia tiba-tiba menghilang! Hampir sebulan dia tidak menyambangiku. Ada rasa
kangen yang menyeruak.
Hari
demi hari kumenunggunya, aku kangen suaranya, kangen ceritanya, kangen
banyolannya. Tapi dia tetap menghilang. Entah dimana.
Pernah
ada seorang lelaki yang berusaha menggantikannya. Ketika kumencoba membuka
hati, ternyata kutak mampu. Hatiku sudah tertambat padanya. Suaranya, guraunya.
Jangankan menemui lelali pengganti itu, mendengar suaranya saja tidak
membuatku segera beranjak.
**
Hingga
suatu hari saat aku bercengkrama dengan dengan teman-teman kost, sayup kudengar
suara yang tak asing bagiku. Aku tercekat!! Semakin lama suara itu semakin
mendekat. Kusibak gorden jendela kamar dan nampak sosok gendut bertopi coboy
yang sangat kukenal itu mendekat ke arah kostku. Segera kuberlari keluar
ruangan dan kulihat senyumnya mengembang ramah.
“Apa
kabar Neng?” Sapanya ramah.
“Nang
neng, nang neng. Kemana aja selama ini pak Nduttttssss. Kami semua
merindukanmu.” Semprotku.
“Iya
Neng, Bapak pulang kampung ke Kuningan. Inah anak Bapak yang pernah dikasih
boneka sama Eneng meninggal dunia. Kena demam berdarah.” Ujar Pak Ndut.
“Oohh..”
Serempak, kami semua anak kost yang merindukannya langsung teriak.
“Ikut
berduka cita ya Pak, Semoga si Inah bahagia di sana.” Ucapku lirih.
Aku
bisa merasakan duka yang mengganjal di hati pak Ndut.
“Terima
kasih, mau cabe berapa Neng?” Ucapnya ringan.
“Tiga
aja Pak Nduts, tapi seperti biasa gulanya yang banyak, tambah bonus jambu
metenya ya Pak, biar tambah kecut.” Tukasku.
“Beres
Neng.”
Ahh….
untunglah pak Nduts, penjual rujak langganan kembali menyambangi kami.
Menyegarkan siang yang gerah di Erlangga Tengah Semarang setelah sebulan
meninggalkan kami dalam kegerahan.
Kami merindukan keramahan dan senyum
jenakamu Pak Nduts, terutama kangen sambal rujak buatanmu yang mantap dan bonus
buah yang melimpah darimu. Salam.
Lereng
Sumbing Sindoro, 19 Mei 2014
Cekiwiiiirrrrr.................. :D
BalasHapushiksss... masih meraba raba dalam kebingungan say.
BalasHapus