Ibadah Haji, Ibadah Penuh Mukjizat dan Kenikmatan



Setiap musim haji selalu hatiku bergemuruh hebat. Tanggal 20 Agustus 2016 adalah pemberangkatan jamaah haji asal Temanggung Jawa Tengah. Tulisan lama ini selalu mampu membuatku meneteskan air mata, sehingga aku ingin kembali menayang ulang di rumah pribadiku. Dalam agama Islam dikatakan sempurna Islam seseorang manakala telah menjalankan lima rukun Islam yaitu bersyahadat mengikrarkan diri Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah, mendirikan sholat diawal waktu, membayar zakat bila telah memenuhi hitungan (nisab), menjalankan ibadah puasa di bulan romadlon dan menunaikan ibadah haji di tanah suci bagi umat muslim yang mampu. Mampu disini tidak hanya sekedar finansial, namun harus mampu secara fisik dan mental karena ribuan muslimin dari segalapenjuru dunia akan berkumpul bersama di padang Arafah untuk wukuf beribadah kepada Allah Subhanahuwata’ala.
Rukun Islam yang kelima ini memang istimewa. Apalagi atas nama kuota, pendaftar haji Indonesia membludak hingga harus menunggu sampai tahun 2034. Butuh kesabaran ekstra. Saking kepinginnya menjalankan ibadah haji,177 jamaah Indonesia "tertipu" dan ditangkap pemerintah Philipina. Tidak sedikit rupiah yang digelontorkan mereka untuk bisa berangkat haji ke tanah suci tahun ini. Ibadah haji bukan sekedar hitungan matematika, dengan kalkulasi ongkos naik haji jutaan rupiah, hanya orang berduit saja yang bisa memenuhi panggilan Allah. Namun senyatanya KUN FAYAKUN, sama sekali tidak! Ibadah haji ke tanah suci Mekkah al Mukaromah dan Madinah Al Munawaroh diperuntukkan bagi orang yang MENDAPAT UNDANGAN dari ALLAH. Banyak kejadian orang kaya harta melimpah tapi belum bisa berhaji karena sempitnya waktu, belum ada kesempatan dan lainnya. Sementara di belahan dunia lain, seorang penjual gorengan mampu berangkat ke tanah suci. Jika dengan hitungan matematika tak mungkin penjual gorengan tersebut bisa berangkat haji. Tapi karena sudah mendapat undangan dari Allahlah maka orang tersebut bisa menunaikan ibadah haji tahun lalu. Seperti dalam salah satu tayangan sinetron (akhir akhir ini ceritanya muter-muter kagak keruan) di televisi menceritakan tentang mukjizat tukang bubur naik haji atau Emak Naik haji.
Ditanah suci banyak sekali mukjizat atau kejadian di luar nalar akal sehat manusia yang ditunjukkan Allah. Aku tak berani menceritakan pengalaman orang lain, takut menimbulkan fitnah. Aku hanya akan menceritakan pengalaman Bapak saat berhaji untuk sekedar mengambil hikmah dalam setiap kejadian.
Berniat dan berkeinginan haji sudah terpatri dihati Bapak. Namun apa daya sampai memasuki pensiun ternyata undangan tersebut tak kunjung didapat. Hingga suatu hari kami kedatangan teman lama Bapak yang sekian lama tidak pernah bersua. Saat bercengkerama pak Zarkowi teman Bapak sangat kaget mengetahui beliau belum menjalankan ibadah haji. Padahal untuk posisi saat Bapak berdinas sangat dimungkinkan untuk haji ABIDIN “Atas BIaya DINas. Tapi Bapak tidak pernah mau mengajukan diri seperti yang lain. Singkat kata serasa mendapat durian runtuh akhirnya Bapak difasilitasi untuk bisa berhaji. Allah mengirim undangan tak disangka-sangka lewat pak Zarkowi.
Sebulan menjelang keberangkatan, Bapak tetiba tidak bisa buang air kecil. Diagnose dokter ada batu di ginjal yang harus diambil tindakan operasi. Dalam kepasrahan, Bapak meminta operasi ditunda. Untuk membantu kelancaran buang air kecil dipasanglah kateter. Sempat ada kekhawatiran dihati kami apakah Bapak bisa memenuhi undangan tersebut atau tidak.
Kembali dalam kepasrahan dua hari menjelang keberangkatan, Bapak meminta agar kateter dicopot. Tiba saat keberangkatan, kami melepas Bapak ke tanah suci yang pada saat itu beusia 64 tahun pergi dalam kondisi sakit. Sesaat sebelum menaiki bis yang akan mengantar Bapak ke Jakarta beliau berpesan : “Serahkan semua pada Allah!”
Selama Bapak di tanah suci saban hari tak lupa kami mengirim doa untuk kesehatan beliau sehingga diberi kelancaran dan kemudahan dalam menunaikan ibadah haji. Saat itu belum banyak handphone seperti sekarang ini, selama disana Bapak hanya interlokal 2 kali mengabarkan kondisi beliau baik-baik saja.
Tanpa terasa empat puluh hari telah berlalu. Tak sabar rasanya menunggu kepulangan beliau. Pertama kali melihat beliau turun dari bis hati terasa berdesir. Bapak terlihat segar bugar dan wajahnya bersih berseri. Alhamdulillah selama di tanah suci tidak ada gangguan kesehatan sama sekali. Sakit yang paling ringan mendera hampir sebagian besar jamaah haji yakni batukpun enggan mendekati bapak.
Dari cerita Bapak, hari kelima ditanah suci saat beliau ke toilet, tetiba gumpalan seperti kristal keluar bersama air seni tanpa terasa sakit. Sejak saat itu tak ada keluhan susah buang air kecil lagi. Setelah pulang dan menyempatkan diri kontrol ke rumah sakit, dokter yang memeriksa mengatakan Bapak sudah bersih, jadi tidak perlu operasi. Di pertengahan waktu di Mekkah bapak mendapat “cobaan” harus ke rumah sakit. Bukan karena beliau sakit, tapi harus menemani pak Aca seorang jamaah berusia 50 tahun menjalani operasi batu ginjal. Sebelum berangkat haji, bapak tersebut tidak ada keluhan sama sekali dengan kesehatannya.
Banyak sekali oleh-oleh cerita yang dibawa Bapak. Kebetulan dalam rombongan regu Bapak paling tua. Ada seorang jamaah berusia 44 tahunan yang mungkin merasa kasihan saat pertama kali bertemu Bapak, orang tua beruban penuh, berperawakan kecil, ringkih, tangan udah terserang tremor gemeteran ringan, istilah Jawa “buyuten”. Dia sampai menyempatkan diri mendekati bapak dan bertanya : “Sendirian mbah? Tidak ada keluarga yang menemani? Kalau terjadi sesuatu bagaimana? Nanti bareng saya saja selama di tanah suci mbah!”
Bapak tersenyum dan menjawab : “Terima Kasih, masih ada Allah yang menemani saya Nak!”
Ternyata selama di tanah suci Bapak memang harus selalu bersama dengan orang tersebut. Maaf, bukan Bapak yang merepoti namun justru orang tersebut yang tergantung pada Bapak. Ceritanya entah mengapa, orang tersebut beberapa kali kesasar tidak bisa pulang ke maktabnya. Hilang… istrinya sudah menangis tiada berhenti. Entah kenapa pula beberapa kali Bapak yang bisa “menemukan” dia dengan cara sepele. Kesasar yang terakhir Bapak keluar dari hotel dan berjalan menuju masjid, saat bapak melepas pandang tiba-tiba orang tersebut nampak sedang duduk di teras sebuah toko. Bapak menghampiri dan bertanya kenapa tidak pulang ke maktab? Dia menjawab sudah puluhan kali berkeliling tapi tak bisa menemukan jalan menuju maktabnya. Bapakpun mengajari untuk mengingat nama jalan menuju maktab setelah bertanya kepada orang sekitar. Kebetulan bapak cukup mahir berbahasa Arab dan sedikit Bahasa Inggris. Sejak saat itu kemanapun dia pergi selalu meminta Bapak untuk mendampinginya.
Berkaitan dengan komunikasi menggunakan bahasa Arab, ada kejadian unik. Saat menemani jamaah yang operasi batu ginjal di rumah sakit, Bapak berusaha berkomunikasi dengan dokter yang mengoperasi. Setelah selesai berbincang, si dokter mengacungkan jempol seraya berkata, bahasa yang digunakan Bapak sangat tertata, si dokter merasa seperti kuliah saja. Mungkin si dokter geli yaa,, ngobrol kok pake grammar, pake nahwu shorof “tata bahasa” Arab sempurna.
Jadi inget, kalau Bapak bercakap-cakap menggunakan bahasa Indonesia obrolannya emang enak, ngalor ngidul tapi pasti menggunakan bahasa baku. EYD banget dah! Si ponakan dari Jakarta yang urakan bisa langsung terlihat sopan ketika harus berhadapan dengan Bapak.
Ada lagi kejadian lucu yang diceritakan Bapak. Ngebayangin aja udah membuat kami tertawa. Karena bapak mendapat UNDANGAN dari Jakarta, maka kelompok terbang keberangkatan tidak ikut rombongan dari kabupaten kami. Banyak orang yang tidak tahu jika Bapak akan beribadah haji, selain memang semua serba mendadak ndangdut, kami tidak mengadakan tasyakuran keberangkatan seperti lazimnya ditempat kami. Hanya keluarga dekat dan jamaah pengajian Bapak yang tahu dan mengantar sampai poll bus yang akan mengantar Bapak ke Jakarta.
Dasar Bapak senang menjalin silaturahmi, meskipun maktab kabupaten kami dan maktab kloter Bapak jauh, beliau menyempatkan waktu menyambangi maktab kabupaten kami di Aziziyah. Disana banyak jamaah yang sebelum berangkat didatangi Bapak menjadi kaget luar biasa. Bahkan ada seorang ibu sampai memukul dan mencubit lengan beliau, untuk memastikan yang datang bapak beneran apa jadi-jadian. Hehehehe
Cerita terakhir ini membuat “kami” cemburu. Diusia 85 sekarang ini Bapak masih bisa membaca al Quran, koran atau buku bacaan apapun tanpa bantuan kacamata. Sebelum haji, sejak masih muda Bapak sudah memakai kacamata progresif minus 2 plus 1,5. Beberapa bulan kemudian, sepulang ibadah haji Bapak bisa mengatakan “Bye..bye..glasses”. Selamat tinggal kacamata! Ternyata resepnya hanya satu. Boleh percaya boleh tidak. Saat di tanah suci setiap ada kesempatan Bapak selalu menyempatkan membasuh kedua mata beliau dengan air zamzam seraya memanjatkan doa. Jika tanpa disertai doa menurut beberapa pendapat ahli hanya sebagai pelepas dahaga saja.
Zamzam diyakini bisa menjadi obat untuk segala penyakit. Saat meminum atau mengoleskan zamzam ditempat yang sakit didahului memanjatkan doa kepada Alah meminta kesembuhan atas penyakit yang dideritanya. InsyaAllah mujarab.
Itulah sepenggal kisah berbagai mukjizat saat berhaji. Tidak ada niatan untuk membanggakan diri namun hanya sekedar berbagi semoga bisa mengambil hikmah dibalik semua kejadian.
Segala sesuatu KUN FAYAKUN terjadilah maka terjadilah! Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak.
Salaam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kulihat Pelangi Bersamamu

(Puisi) Tarian koruptor

Paling Jauh dan Paling Dekat Dengan Manusia?