DUA PULUH DUA HARI ‘WISATA ROHANI” BERSAMA BAPAK
Datang akan pergi
Lewat kan berlalu
Ada kan tiada
Bertemu akan berpisah
Awal kan berakhir
Terbit kan tenggelam
Pasang akan surut
Bertemu akan berpisah
Heii Sampai jumpa di lain hari
Untuk kita Bertemu lagi
Ku relakan dirimu pergi
Meskipun Ku tak siap untuk merindu
Ku tak siap tanpa dirimu
Ku harap terbaik untukmu
Ada kan tiada
Bertemu akan berpisah
Awal kan berakhir
Terbit kan tenggelam
Pasang akan surut
Bertemu akan berpisah
Heii Sampai jumpa di lain hari
Untuk kita Bertemu lagi
Ku relakan dirimu pergi
Meskipun Ku tak siap untuk merindu
Ku tak siap tanpa dirimu
Ku harap terbaik untukmu
Bila
mendengar si Erix “Endank Soekamti” teriak
serak menyanyikan lagu tersebut dari handphone
anak bungsu, biasanya diriku akan ikut teriak mengalahkannya. Namun sore ini mendengar
lamat suara si Erix membuatku tercekat dan mata langsung memerah basah.
Kuusap
dua bulir air yang menetes di sudut mata. Ingatan langsung terbang di sekitaran
akhir Maret hingga awal April 2019, dimana firasatku membisikkan bila perjumpaan
Bapak dengan sang Kekasih Abadi akan
segera terjadi dan menyisakan perpisahanku dengan Bapak. Ya, sejak meminta
disiapkan baju ihram yang teronggok di lemari baju di rumah Kauman Parakan, diriku
segera menata hati dan terus berdebar menanti kapan waktu perpisahan itu akan
tiba. Selama penantian tersebut, banyak sekali pengalaman rohani yang kudapat termasuk
merasakan hal terindah hubungan dengan Bapak selama 45 tahun.
Berawal
dari hari Rabu tanggal 13 Maret 2019 diriku mendapat telpon dari kakak ipar
bila Bapak minta disiapin kain ihram yang disimpan di lemari kamar di rumah Kauman
Parakan baca https://idamoeriddarmanto.blogspot.com/2019/06/benci-bapakku.html. Saat itu Bapak dalam kondisi sakit dan hanya berbaring di
tempat tidur sejak pulang opname dari RSUD Joyo Negoro pada tanggal 11 Februari 2019.
Pada
hari Jumat tanggal 15 Maret 2019 inilah awal “drama” yang sesungguhnya. Mengocok
emosi dan segenap rasa yang melingkupi. Dengan kondisi Bapak yang terus menurun,
memaksaku untuk segera mengambil tindakan dan membawa ke rumah sakit (kembali).
Diagnose Dokter Nugraha, dokter
spesialis Penyakit dalam di RSUD Temanggung, ginjal Bapak sudah tidak berfungsi
dan harus menjalani cuci darah/hemodialisa
setelah mampu bertahan selama hampir kurang lebih empat tahun tidak melakukan
cuci darah (kemampuan ginjal bekerja 20 % saja) dengan kontrol rutin sebulan
sekali. Diriku juga masih inget pesan Bapak saat kondisi fit dan masih
beraktifitas telah berpesan (ke beberapa saudaraku juga) bila harus ada
tindakan medis untuknya, Bapak tidak usah dicuci darah dan tindakan lainnya.
Namun karena yang menangani Bapak “banyak” dan diriku juga yakin anak - anaknya
ingin memberikan yang terbaik untuk Bapak. Kebetulan ada kakak yang bisa pulang
dan langsung menandatangani persetujuan tindakan cuci darah/ hemodialisa. Namun
hanya tanda tangan saja tanpa berupaya menunggu saat cuci darah yang pertama
kali, malah dipasrahkan kepada keponakan yang tidak pernah menangani dan
menemani Bapak. Sudahlaaaah diriku tidak ingin memperpanjang masalah. Yang
pasti hari Senin, tanggal 18 Maret 2019 Bapak menjalani hemodialisa yang
pertama dan GAGAL!!! Karena kondisi Bapak yang tidak memungkinkan. Ada beberapa
faktor dan menurut mata batinku emang inilah proses Bapak menuju kampung
akhirat (tapi saat itu tidak mungkin kuungkapkan, hanya meyakinkan diri bahwa
tidak boleh melewatkan waktu barang sekejabpun untuk meninggalkan Beliau).
Salah satu tanda yang dapat kutangkap dari cerita beberapa orang tua teman yang
menjelang kepulangannya di usia senja tidak mau makan.
Sejak mata batinku bergejolak tak tentu arah,
sebagai anak "durhaka", Bapak selalu kupaksa makan. Saat ditolak
senjataku hanya “mendelik” saja dan akhirnya berkenan meski hanya sesuap dua
suap. (Mungkin sumpek dengan kehadiranku yang Ida lagi Ida lagi hehehe). Satu
jam kemudian kuulang lagi. Begituuu berulang tiap diriku mengunjungi Bapak
dengan lebih intens daripada biasanya. Tapi mendelikku lebih sopan dibanding
saat menemani Makne almarhumah. Saat itu bila memaksa Makne harus disertai
“ancaman” diriku ga mau datang lagi kalau Makne ga kersa makan. hihihi.. Sedurhaka
itulah diriku ☺ https://idamoeriddarmanto.blogspot.com/2016/09/cara-elegan-ibu-menjemput-kematian-yang.html
Pengalaman
rohani kurasakan saat Bapak harus dirawat di RSUD untuk kesekian kali, tepatnya
pada hari Rabu 20 Maret 2019 sekitar jam 10.00 pagi setelah visite dokter. Bapak merasa kepanasan dengan
suhu AC 19 0C berbisik lirih minta diguyur air atau dimandikan.
Tergopoh kuambil air dari kamar mandi dan kuseka seluruh tubuh dengan air
dingin, sekaligus kuambil tindakan seperti urutan berwudlu dengan air terbatas
se ember. Bapak dalam kondisi duduk di tempat tidur. Alhamdulillah beliau
berkenan dan merasa nyaman kembali.
Setelah
itu Bapak berbaring dan saya melanjutkan membaca Al quran. Oh hiya.. saat
menungguin Bapak, selain menyediakan susu (karena Bapak ga mau makan sama
sekali), dan menayamum bila tiba waktu sholat serta membersihkan raga Bapak,
waktu kuhabiskan dengan membaca Al quran di samping Bapak. Kalau menuruti egoku
sepanjang hari ingin bersama Bapak. Tapi Alhamdulillah bisa bergantian dengan
beberapa saudaraku yang datang terutama mbakyu mbarep. Berkali - kali ambil
cuti dan full juga menemani Bapak baik
di RSUD maupun merawat di rumah.
Berat
bagiku saat harus mengambil keputusan tindak lanjut gagal Hemodialisa. Saat itu
diriku ada tugas yang tidak bisa kutinggalkan. Beruntung Ale anakku sedang
libur sekolah. jadi Ale berjanji sebelum jam tujuh akan sampai di bangsal
menggantikan diriku. Saat kulirik jam kok belum datang, diriku terpaksa pamit ke Bapak untuk beraktifitas. Pertama kalinya
Bapak yang mandiri itu bertanya padaku, “trus Bapak sama siapa?” Duuuh… galau
tingkat dewa tapi kuputuskan tetap berangkat. Kucium tangan Bapak dan tatapan
mata beliau membuatku semakin melemah. Untunglah diriku berpapasan dengan Ale
di pintu gerbang, sehingga hatiku sedikit lebih tenang.
Mengapa
diriku galau? Karena pada hari Kamis 21 Maret 2019 sekitar jam 10 Bapak
dijadwalkan masuk ruang operasi untuk memasang alat bantu dobel lumen/Hemodialisa
chateter di daerah leher atau bahu. Dengan resiko akan terkena infeksi atau
apalah yang diriku sungguh ga mudeng. Dokter Andy ahli bedah juga bilang
seandainya harus berkelanjutan kemungkinan akan dipasang alat bantu permanen Arteri venous shunting di lengan. Terserah
elo deh Doook. Muleeees akyuu! Siapa yang mengambil keputusan, siapaaaa yang
harus bertanggung jawab.!!! Pada akhirnya operasi berjalan kurang lebih satu
jam dan hanya Ale yang nungguin. Siang hari diriku baru bisa datang dan Bapak udah
di bangsal langsung bilang : “Iki abot. Mugo
–mugo anak putu ojo ngrasake koyo ngene”
( Ini berat, semoga nnak cucu jangan ada yang ngerasin kayak gini). Diriku yang
lemah bisanya cuma mewek dan hanya meminta maaf atas ketidaknyamanan Bapak. Mana
perlak yang digunakan di bawah bahu berceceran darah merah segar. Semakin
menambah kepedihan hati. Untunglah di tengah galauku mbah Dur tetiba datang
kembali untuk kesekian kali bersama mas Jamal tanpa konfirmasi. Legaaaa rasanya
karena ada teman berbagi rasa. Bapak itu ga butuh dikawanin saja, tapi butuh
teman cerita dan butuh keberadaan orang - orang yang dikasihi saat itu.
Dengan
mbah Dur inilah banyak sekali pengalaman rohani kami bertambah. salah satunya
saat Bapak tidur siang sekitar jam 12 tetiba Bapak terbangun dan seperti orang kaget.
Seketika Bapak duduk dari pembaringan dan melafalkan doa : “ihdinaas shirathal mustaqim”.(tunjukilah
kami jalan yang lurus).
Kami
terkesiap dan segera mendekat ke Bapak yang berpeluh.
Pengalaman
rohani selanjutnya bagaimana Bapak tetiba berbicara lirih “BERAT” di depanku
dan mbak Durrul sembari geleng - geleng kepala. Saat kudekati dan kutanya Bapak
bilang “Berat menghadapi kehidupan dunia ini”, kami spontan memeluk bapak dari
sisi kanan dan kiri sambil menangis. Anak sulungku hanya menatap nanar di pojok
ranjang. Duh.. beberapa pikiran melintas. Mungkinkah Bapak tengah
“dipertontonkan” kehidupan yang telah dilalui dahulu dan yang akan dihadapi
kelak? Wallahu a”lam bishowab
Pada
hari Jumat tanggal 22 Maret 2019 saat menemani Bapak menjalani Hemodialisa
kedua, beliau berkata : “Bapakne wes ora kuat, tinggal nunggu waktu”. Ya Allah
ya Rabbi, diriku hanya bisa menangis, berdoa lirih di telinga Bapak serta
memberi kekuatan dengan bergandengan tangan erat sekali ke tangan Bapak.
Program tetap harus berjalan karena telah disepakati. Tugasku hanya menemani
dan memastikan kehadiranku sedikit bermanfaat untuk kesembuhan Bapak.
Hari Selasa
tanggal 26 Maret 2019 sore menjelang magrib Bapak kembali berkata lirih terasa
berat mengadapi kehidupan dunia ini. Saat itu yang dicari hanya mas AUT, kakak
nomor empat yang membuat diriku saat itu hancur karena merasa tertolak untuk
kesekian kali. Ternyata Bapak hanya bertanya tentang zakat penghasilan 10 %
sudah dikeluarkan atau belum? Seperti yang sudah kuceritakan kami berbagi tugas, Mas Aut bayar zakat, mbak Dur menyelesaikan fidyah puasa
tahun lalu yang kami lupa sudah terbayar atau belum (insyaAllah sudah) dan diriku menemani Bapak di kamar.
Pengalaman
rohani selanjutnya, bagaimana membuat diriku terbelalak tak percaya. Bertahun
pendengaran Bapak terganggu. Setiap bercerita harus memondongkan badan ke telinga Bapak atau beliau
menutup telinga kiri untuk menangkap suara di telinganya. Menemani Bapak di
bangsal, waktu kuhabiskan dengan membaca Alquran tepat di sisi kepala Bapak.
Dalam kondisi sakit berbaring di tempat tidur, mata terpejam. Saat diriku salah
membaca, Bapak langsung mengangkat tangan kiri yang tidak dipasang infus untuk
memberi peringatan padaku.
Seperti
pada hari Jumat sore, 29 Maret 2019 saat membaca lirih surat as Shof (61) ayat
4 dimana artinya : Sesungguhnya Allah mencintai orang yang berperang di jalanNya dalam
barisan yang teratur, mereka seakan akan seperti suatu bangunan yang tersusun
kokoh). Bapak tetiba memberi peringatan diriku untuk mengulang bacaan di
ayat ke 4. Sepertinya Bapak ingin berpesan padaku bila harus teguh pendirian
menjaga aqidah ISLAM dan jangan terpecah belah seperti suatu bangunan yang
kokoh tak mudah dihempas badai.
Pada ayat ke enam Bapak kembali mengingatkan diriku
untuk mengulang bacaan. Ayat ini mempunyai arti : Dan
ingatlah ketika Isa putra Maryam berkata “ wahai Bani Israil. Sesungguhnya
diriku utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku,
yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang rasul yang akan datang
setelahku yang namanya Ahmad. Namun ketika Rasul itu datang kepada mereka
dengan membawa bukti bukti yang nyata, mereka berkata : Ini adalah sihir yang
nyata”), seperti mengingatkan kembali padaku tentang Ketauhidan, keteguhan iman dengan
bershahadat dan mengakui bahwa Allah tuhanku dan Muhammad rasulku.. mengaliiir
lagi air mata di pipi.
Kemudian
saat membaca Surat Jumuah (62) pada ayat ke tujuh diriku juga dicegat pelan dan
bilang “Baleni” yang mempunyai makna : (Dan
mereka tidak akan mengharapkan kematian itu selamanya disebabkan kejahatan yang
telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah maha mengetahui
orang orang yang zalim), sepertinya Bapak sudah memberi “signal” bahwa perpisahan pasti akan
terjadi dalam waktu yang tak lama lagi.
Bacaan
kulanjutkan. Namun di ayat ke 10 kembali Bapak menoleh kepadaku dan bilang
untuk mengulang bacaanku. (apabila
shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah sebanyak banyaknya agar kamu beruntung), seolah menyampaikan
pesan agar senantiasa mendirikan sholat. BIla sholat telah ditunaikan harus berikhitiar
untuk mendapat kehidupan yang lebih barokah di dunia maupun di akhirat.
Kebetulan juz 28 ini berisi surat - surat
pendek. Ketika masuk ke surat At- Thalaq (65) pada ayat tujuh pelan Bapak kembali
menyuruh diriku membaca ulang. Maknanya sungguh luar biasa (Hendaklah orang yang mempunyai keluasan
memberi nafkah menurut kemampuannya. dan yang terbatas rezekinya hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah
kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan). Pesannya sangat
jelas!! Diriku yang gampang iri dan dengki harus mempercayai sepenuhnya bahwa
Allah sudah memberikan rezeki sesuai kadar masing -masing. Dan diriku yang
sangat gampang tersulut emosi serta mudah mengeluh ini harus menyadari
sepenuhnya bahwa Allah tidak akan membebani diriku dan keluargaku diluar kesanggupan
kami. Allahu akbar!!! Pecah tangisku tak terhenti. Dalam kondisi lemah tak
berdaya saja, Bapak masiiiiih bisa memberi wejangan untukku yang dhoif ini.
Sabtu
30 Maret 2019 setelah Bapak sholat dhuhur, diriku membaca surat Maarij
70 ayat 13 ini Bapak bilang : bacaannya salah, kurang hamzah. Bukan tuwin
namun tukwiin. Wagu banget kaaan. Maaf - maaf kata, dulu saat diajak ngobrol,
Bapak sering “bolot” karena berkurangnya pendengaran eee… kok di hari - hari
terakhir bisa mendengar bacaan al quran yang dibaca lirih. Lebih wagu lagi,
mengapa cuma bacaanku yang dibenerin? Padahal hampir semua yang menunggu Bapak
dari saudara kandungku, anak, suami dan ponakan pasti menghadiahi bacaan al quran
yang sangat dicintainya.
Setelah
membaca tarjamahnya mau tidak mau diriku harus mewek tingkat dewa karena dari
ayat 7 – 14 surat maarij membahas tentang gambaran
saat kiamat yang pasti terjadi, dan ketika langit menjadi cairan tembaga, dan
gunung bagai bulu domba yang beterbangan dan orang yang berdosa ingin sekiranya
dia dapat menebus dirinya dari azab dengan anaknya, dan istri dan saudaranya,
dan keluarga yang melindunginya di dunia dan orang dibumi seluruhnya kemudian
berharap tebusan itu dapat menyelematkannya. Bapak mengingatku di ayat 13 tentang Keluarga yang melindunginya (di dunia).
Seolah - olah berpesan untukku secara pribadi bahwa keluarga adalah segala
galanya, jangan pernah melupakan keluarga.
Semua
wejangan itu baruuuu kusadari setelah 40 hari Bapak berpulang. Tiba -tiba
kangen mendera tiada kata. Kuambil wudlu dan kubuka satu persatu catatan harian
saat menemani Bapak. Ketika membaca tarjamaah dari semuaaa bacaan yang
dikoreksi Bapak, seluruhnya tersirat pesan untukku. Alquran memang berisi
petunjuk bagi orang yang beriman. Tapi cara Bapak memperingatkanku dengan
membetulkan saat diriku membaca di hadapan beliau ini memiliki makna yang luar
biasa, mengusik hatiku yang terdalam.
Periode
Maret sampai April 2019 adalah periode di mana kami anak - anaknya dalam
kebingungan mengambil sikap. Sebenarnya Bapak sudah memberi banyak signal, tapi di lain pihak kami juga
ingin memberikan yang terbaik untuk beliau. Diriku tak tahan melihat Bapak
pengen muntah tak berkesudahan, seperti ada rasa sebah hingga Rabu 27 Maret
2019 kembali opname dikawanin mba Dur dan Ahad 31 Maret 2019 pulang dari RSUD
dengan ambulans Lazismu yang diupayakan oleh mbak Bararah, kakak nomor dua. Suatu
keanehan atau mungkin juga diriku yang lebay yaaa.. Saat diriku atau mba Dur
yang nungguin Bapak, pastiii ada aja kejadian. Hampir setiap jam 12 malam ke
atas, Bapak terbangun dan merasa ingin muntah tiada terhenti. DIpastikan diriku
atau mbak Dur tidak tidur atau bergantian siaga. Namun giliran saudara yang
lain menemani tidak pernah ada kejadian apapun sampai pagi menjelang.
Hari
yang kulalui terasa berat pada malam itu Bapak merasa kesakitan dan ngendika
(berbicara). “Harus adil, jangan
nyeleweng.” Bapak terdiam. Kemudian melanjutkan sembari menahan sakit dan
memegangi kepala seraya berkata lirih : “Kenapa
sakit seperti ini? Apa buang kurang ikhlas? apa ada yang tidak ikhlas?”. Tak
sampai sedetik kemudian Bapak berucap :”Allah lebih tau apa yg terjadi. La haulaa wa laa kuwwata illa billahil
aliyil adziim. Saya bangunkan mbak
Dur dan kami berdoa bersama sembari menangis dalam. Semoga apa yang dirasakan
Bapak menjadi penggugur dosa - dosa beliau karena kesabaran Bapak
menghadapinya. aamiin.
Sepanjang
hidup Bapak, ada beberapa kali beliau harus dirawat di rumah sakit, suatu
kendilalahan diriku selalu diberi waktu lapang oleh Allah hingga bisa menemani
dan "membereskan" segala urusan Bapak. Ada beberapa kali harus mandiin dan nyebokin karena operasi
hernia, operasi ambein maupun perawatan pribadi saat opname lainnya dan yang
paling istimewa tatkala 3 hari sebelum Bapak berpulang menemui Kekasih
sejatinya atau pada pagi hari Kamis tanggal 4 April 2019, beliau mengajak
pulang.
Kami (diriku,
mba sulung dan Farha)yang dhoif ini
tak mampu membaca "tanda", mengabaikan permintaan Bapak karena ingin
memberikan yang terbaik untuk kesembuhan
karena kondisi yang semakin melemah.
Saat
menyadari kami "mengacuhkan" permintaannya. Bapak kembali berkata
dengan lemah ingin merasakan duduk setelah hampir tiga minggu beraktifitas di
tempat tidur dan keluar masuk rumah sakit. Di ruang Wijaya kusuma 606, kupondong
pelan tubuh Bapak dan mampu bersandar di badanku. Tak sampai 3 menit seperti
memberi isyarat (yang tidak kami pahami) dengan sangat lemah Bapak meminta
ingin menginjakkan kaki ke tanah. Segera kutarik pelan tubuh Bapak, dan tampak
sempoyongan tapi tetap tegak menjejakkan kakinya ke tanah. Bapak dan diriku berpelukan
erat dengan kepala Bapak bersandar dibahuku sekitar 2 menitan disaksikan mbak
Dur dan Farha. Mungkin sudah firasat bahwa itu injakan terakhir karena Sabtu
pagi kondisi Bapak melemah dan sudah menutup mata, tidak bisa diajak komunikasi
sampai malaikat menjemputnya di saat matahari menyapa pagi. Inilah untuk
pertama kalinya Bapak yang mandiri, yang selalu menyelesaikan masalah kami,
meminta bantuan dan tergantung pada diriku. Dan ini membahagiakan hatiku!!!!.
Esoknya
hari Jumat 5 April 2019, kami bertiga Mbak dur, diriku dan Farha bergantian
menjaga Bapak. Sekitar jam tiga pagi diriku terjaga dan semua ketiduran!
Kudapati Bapak tak berselimut. Saat kudekati, mata Bapak menatap sangat jelas
ke diriku dan bertanya sedang dimana? dan menanyakan keadaan anak sulungku. Diriku
benar - benar terkesiap!!! Tatapan Bapak sangat tajam seperti saat sehat.
Kemudian Bapak berkata pelan semoga lulus berulang sampai agak pelo dan diriku
ketakutan bapak terserang stroke. Sempat berpesan dalam pelo dan sangaaat lemah
hingga diriku berkali-kali menempelkan telinga ke mulut Bapak. “Dilunasi”.
entah apa maksudnya? Apakah kami harus melunasi semua “hutang”? baik hutang
uang, barang, maupun janji? Kami pernah
bergerak menunaikan kewajiban zakat dan semua yang “membebani” Bapak. Dalam
kebingungan kubangunkan mba Dur dari istirahatnya dan sempat melihat kondisi
Bapak yang terlihat bugar hingga melemah.
Hari Sabtu
pagi 6 April 2019 Bapak nampak tenang. Jam enam setelah kontrol rutin dan ganti
pampers oleh perawat diriku curiga Bapak tidak bergeming. Saat sholat isya
dituntun Farha, Bapak masih merespon. Namun saat sholat Subuh bersamaku Bapak sudah diam seperti tertidur.
Kembali diriku memanggil perawat jaga untuk memastikan kondisi Bapak ini tidur
atau tidak sadar? Dan hasil pemeriksaan “diangggap” tak sadar dengan kadar gula
46, Tensi 87/ 55. Jam 7.15 Dokter Nugroho visit.
Saat kutanya setelah memeriksa kondisi Bapak, beliau “nyengir” hingga diriku
komen “ada apa Dok? “ Ekspresi dokter membuat diriku panik. Dokter memerintahkan
perawatan pindah ke ruang isolasi HCU sembari berpesan agar kami berdoa dan
Beliau akan mengupayakan yang terbaik yang bisa dilakukan.
Sembari
menunggu pemindahan ruang, di serambi sekitar jam 10 saat makan pagi, entah
mengapa tetiba diriku memohon izin mbak Dur untuk menelpon pak Kuat (Ketua Veteran
RI Temanggung) untuk mengkonfirmasi tentang proses pemakaman di Taman Makam
Pahlawan seperti yang pernah diceritakan Bapak baca, https://idamoeriddarmanto.blogspot.com/2016/03/perjuanganmu-inspirasi-bagi-kami.htmlTernyata Bapak
memang punya hak di TMP.
Sore
hari mba Ana, Masquf, Hakim, mb Dur dan diriku berkumpul di ruang HCU
mengelililingi Bapak yang diam sedari pagi. Kami memutari ranjang dan berdoa di
depan Bapak. Maskuf, kakak yang saban hari merawat Bapak menangis agak
histeris, meminta maaf dan merasa bahwa telah mengecewakan Bapak dengan kuliah yang
ala kadarnya, kerja paling tidak becus dan setumpuk kesedihan karena termasuk
orang yang tidak bisa dibanggakan Bapak. Padahal fakta tak terbantahkan bahwa
Mas Aut yang dianggap lemah ternyata malah yang paling mampu merawat Makne dan
Bapak almarhum hingga ajal menjemputnya. Bagiku hal tersebut sebuah prestasi
yang luar biasa. Banyak orang berkecukupan, berkemampuan lebih namun ada saja
alasan karena kesibukan atau apalah untuk sekedar menengok orang tua saja
mnunda nunda. Penyesalan datang karena mengunjungi orang tua telah menjadi
mayat.
Malam
itu hatiku terasa kosong. Bila setiap mbak Dur pamit pulang ke Lampung hatiku
tergolak. Namun malam itu diriku begitu ikhlas melepas kepulangan mbak Dur ke
Lampung untuk menyelesaikan administrasi di sekolah tempatnya mengajar.
Terlihat mbak Dur ada keragu – raguan sampai bilang “ Kalau Ida menahanku, aku
siap ditinggal Agil dan Vina”. Mereka
datang dari jauh untuk menengok Mbah kakung dan sekaligus “pesan”
tersembunyi” menjemput ibunya. Kumantapkan hatinya untuk tetap pulang ke
Lampung. Kami berpelukan dan entahlah ada rasa lega di hati. Bapak ditungguin
mas Hakim yang datang.
Mbak
Dur pulang dan diriku ikut pulang sekaligus berniat “memberi pelajaran’ ke
kakakku untuk bertanggungjawab menunggu Bapak. Tapi di rumah hatiku tak tenang
dan ingin kembali ke rumah sakit. Namun entahlah malam itu diriku sangat
mengantuk dan tertidur di sofa. Sekitar jam 9 malam dibangunkan si bungsu Ale
seraya berkata : “Jadi ke embah lagi tidak?” Mata ini terasa berat, dan hanya
bisa menggeleng sembari melanjutkan tidur di sofa sampai jam 1 untuk sholat
isya. Akhirnya jam 10 Ale ke RSUD untuk menemani pakdenya. Kuniatkan pagi abis
subuh harus ke RSUD lagi. Belum juga niat kujalankan, subuhku terlambat dan
selesai beranjak dari sejadah, sekitar jam 5.55 telponku berdering dan kudengar
suara Ale sembari menangis bilang “Embah Kakung telah berpulang”. Innalillilahi
wa inna ilahi rojiun. Setiap berjiwa akan kembali kepada sang Pemilik sejati,
Illahi Rabbi.
Sempat
ada rasa kecewa, kenapa diriku harus pulang, kenapa diriku harus mengantuk.
Segera kupupus bahwa yang diberi kesempatan menungguin Bapak berpulang adalah
yang membuat keputusan Bapak ke rumah sakit. Setidaknya separuh jiwaku Ale
anakku nomor dua telah mewakiliku menemani Bapak, embah kakung kesayangan menghadap Illahi Rabbi dalam ketenangan.
Alhamdulillah
juga, prosesi pemakaman Bapak berjalan dengan lancar. Setelah sejenak
disemayamkan di Masjid AL Barokah Bambu runcing Parakan Kauman sekitar jam
13.30 persiapan upacara penyerahan jenasah ke Kodim di masjid. kurasakan alam
ikut menangisi kepulangan Bapak.
Dari pagi cuaca sangat bersahabat. Namun saat pasukan KODIM 0706 Temanggung tiba dan turun dari truk untuk persiapan upacara militer, tetiba hujan turun sangat deras. Hatiku sangat kacau. Apalagi yang akan terjadi ya Rabbi? Kurang lebih 10 menit hujan mengguyur. Hujan masih menetes pelan saat upacara militer berlangsung. Ketika pengangkatan jenasah Bapak ke ambulan menuju Taman Makam Pahlawan Prayudan Mudal cuaca kembali terang bahkan agak terik saat upacara penguburan jenasah di makam hingga jam 15.15 selesai dan berangsur makam kembali sepi.
Sebelum meninggalkan Bapak, kami sempatkan seluruh keluarga mendoakan di atas pusara agar amal ibadahnya diterima disisi Allah dan mendapat tempat yang terindah di FirdausMU. aamiin ya Rabb.
hujan mereda saat dimulai upacara |
Dari pagi cuaca sangat bersahabat. Namun saat pasukan KODIM 0706 Temanggung tiba dan turun dari truk untuk persiapan upacara militer, tetiba hujan turun sangat deras. Hatiku sangat kacau. Apalagi yang akan terjadi ya Rabbi? Kurang lebih 10 menit hujan mengguyur. Hujan masih menetes pelan saat upacara militer berlangsung. Ketika pengangkatan jenasah Bapak ke ambulan menuju Taman Makam Pahlawan Prayudan Mudal cuaca kembali terang bahkan agak terik saat upacara penguburan jenasah di makam hingga jam 15.15 selesai dan berangsur makam kembali sepi.
Sebelum meninggalkan Bapak, kami sempatkan seluruh keluarga mendoakan di atas pusara agar amal ibadahnya diterima disisi Allah dan mendapat tempat yang terindah di FirdausMU. aamiin ya Rabb.
Komentar
Posting Komentar