DUA PULUH DUA HARI ‘WISATA ROHANI” BERSAMA BAPAK


Datang akan pergi
Lewat kan berlalu
Ada kan tiada
Bertemu akan berpisah

Awal kan berakhir
Terbit kan tenggelam
Pasang akan surut
Bertemu akan berpisah

Heii Sampai jumpa di lain hari
Untuk kita Bertemu lagi
Ku relakan dirimu pergi

Meskipun Ku tak siap untuk merindu
Ku tak siap tanpa dirimu
Ku harap terbaik untukmu
Bila mendengar si Erix “Endank Soekamti” teriak serak menyanyikan lagu tersebut dari handphone anak bungsu, biasanya diriku akan ikut teriak mengalahkannya. Namun sore ini mendengar lamat suara si Erix membuatku tercekat dan mata langsung memerah basah.
Kuusap dua bulir air yang menetes di sudut mata. Ingatan langsung terbang di sekitaran akhir Maret hingga awal April 2019, dimana firasatku membisikkan bila perjumpaan Bapak dengan sang Kekasih Abadi akan segera terjadi dan menyisakan perpisahanku dengan Bapak. Ya, sejak meminta disiapkan baju ihram yang teronggok di lemari baju di rumah Kauman Parakan, diriku segera menata hati dan terus berdebar menanti kapan waktu perpisahan itu akan tiba. Selama penantian tersebut, banyak sekali pengalaman rohani yang kudapat termasuk merasakan hal terindah hubungan dengan Bapak selama 45 tahun.
Berawal dari hari Rabu tanggal 13 Maret 2019 diriku mendapat telpon dari kakak ipar bila Bapak minta disiapin kain ihram yang disimpan di lemari kamar di rumah Kauman Parakan baca https://idamoeriddarmanto.blogspot.com/2019/06/benci-bapakku.html. Saat itu Bapak dalam kondisi sakit dan hanya berbaring di tempat tidur sejak pulang opname dari RSUD Joyo Negoro  pada tanggal 11 Februari 2019.
Pada hari Jumat tanggal 15 Maret 2019 inilah awal “drama” yang sesungguhnya. Mengocok emosi dan segenap rasa yang melingkupi. Dengan kondisi Bapak yang terus menurun, memaksaku untuk segera mengambil tindakan dan membawa ke rumah sakit (kembali). Diagnose Dokter Nugraha, dokter spesialis Penyakit dalam di RSUD Temanggung, ginjal Bapak sudah tidak berfungsi dan  harus menjalani cuci darah/hemodialisa setelah mampu bertahan selama hampir kurang lebih empat tahun tidak melakukan cuci darah (kemampuan ginjal bekerja 20 % saja) dengan kontrol rutin sebulan sekali. Diriku juga masih inget pesan Bapak saat kondisi fit dan masih beraktifitas telah berpesan (ke beberapa saudaraku juga) bila harus ada tindakan medis untuknya, Bapak tidak usah dicuci darah dan tindakan lainnya. Namun karena yang menangani Bapak “banyak” dan diriku juga yakin anak - anaknya ingin memberikan yang terbaik untuk Bapak. Kebetulan ada kakak yang bisa pulang dan langsung menandatangani persetujuan tindakan cuci darah/ hemodialisa. Namun hanya tanda tangan saja tanpa berupaya menunggu saat cuci darah yang pertama kali, malah dipasrahkan kepada keponakan yang tidak pernah menangani dan menemani Bapak. Sudahlaaaah diriku tidak ingin memperpanjang masalah. Yang pasti hari Senin, tanggal 18 Maret 2019 Bapak menjalani hemodialisa yang pertama dan GAGAL!!! Karena kondisi Bapak yang tidak memungkinkan. Ada beberapa faktor dan menurut mata batinku emang inilah proses Bapak menuju kampung akhirat (tapi saat itu tidak mungkin kuungkapkan, hanya meyakinkan diri bahwa tidak boleh melewatkan waktu barang sekejabpun untuk meninggalkan Beliau). Salah satu tanda yang dapat kutangkap dari cerita beberapa orang tua teman yang menjelang kepulangannya di usia senja tidak mau makan.
 Sejak mata batinku bergejolak tak tentu arah, sebagai anak "durhaka", Bapak selalu kupaksa makan. Saat ditolak senjataku hanya “mendelik” saja dan akhirnya berkenan meski hanya sesuap dua suap. (Mungkin sumpek dengan kehadiranku yang Ida lagi Ida lagi hehehe). Satu jam kemudian kuulang lagi. Begituuu berulang tiap diriku mengunjungi Bapak dengan lebih intens daripada biasanya. Tapi mendelikku lebih sopan dibanding saat menemani Makne almarhumah. Saat itu bila memaksa Makne harus disertai “ancaman” diriku ga mau datang lagi kalau Makne ga kersa makan. hihihi.. Sedurhaka itulah diriku ☺https://idamoeriddarmanto.blogspot.com/2016/09/cara-elegan-ibu-menjemput-kematian-yang.html
Pengalaman rohani kurasakan saat Bapak harus dirawat di RSUD untuk kesekian kali, tepatnya pada hari Rabu 20 Maret 2019 sekitar jam 10.00 pagi setelah visite dokter. Bapak merasa kepanasan dengan suhu AC 19 0C berbisik lirih minta diguyur air atau dimandikan. Tergopoh kuambil air dari kamar mandi dan kuseka seluruh tubuh dengan air dingin, sekaligus kuambil tindakan seperti urutan berwudlu dengan air terbatas se ember. Bapak dalam kondisi duduk di tempat tidur. Alhamdulillah beliau berkenan dan merasa nyaman kembali.
Setelah itu Bapak berbaring dan saya melanjutkan membaca Al quran. Oh hiya.. saat menungguin Bapak, selain menyediakan susu (karena Bapak ga mau makan sama sekali), dan menayamum bila tiba waktu sholat serta membersihkan raga Bapak, waktu kuhabiskan dengan membaca Al quran di samping Bapak. Kalau menuruti egoku sepanjang hari ingin bersama Bapak. Tapi Alhamdulillah bisa bergantian dengan beberapa saudaraku yang datang terutama mbakyu mbarep. Berkali - kali ambil cuti dan full juga menemani Bapak baik di RSUD maupun merawat di rumah.
Berat bagiku saat harus mengambil keputusan tindak lanjut gagal Hemodialisa. Saat itu diriku ada tugas yang tidak bisa kutinggalkan. Beruntung Ale anakku sedang libur sekolah. jadi Ale berjanji sebelum jam tujuh akan sampai di bangsal menggantikan diriku. Saat kulirik jam kok belum datang, diriku terpaksa pamit  ke Bapak untuk beraktifitas. Pertama kalinya Bapak yang mandiri itu bertanya padaku, “trus Bapak sama siapa?” Duuuh… galau tingkat dewa tapi kuputuskan tetap berangkat. Kucium tangan Bapak dan tatapan mata beliau membuatku semakin melemah. Untunglah diriku berpapasan dengan Ale di pintu gerbang, sehingga hatiku sedikit lebih tenang.
Mengapa diriku galau? Karena pada hari Kamis 21 Maret 2019 sekitar jam 10 Bapak dijadwalkan masuk ruang operasi untuk memasang alat bantu dobel lumen/Hemodialisa chateter di daerah leher atau bahu. Dengan resiko akan terkena infeksi atau apalah yang diriku sungguh ga mudeng. Dokter Andy ahli bedah juga bilang seandainya harus berkelanjutan kemungkinan akan dipasang alat bantu permanen Arteri venous shunting di lengan. Terserah elo deh Doook. Muleeees akyuu! Siapa yang mengambil keputusan, siapaaaa yang harus bertanggung jawab.!!! Pada akhirnya operasi berjalan kurang lebih satu jam dan hanya Ale yang nungguin. Siang hari diriku baru bisa datang dan Bapak udah di bangsal langsung bilang : “Iki abot. Mugo –mugo  anak putu ojo ngrasake koyo ngene” ( Ini berat, semoga nnak cucu jangan ada yang ngerasin kayak gini). Diriku yang lemah bisanya cuma mewek dan hanya meminta maaf atas ketidaknyamanan Bapak. Mana perlak yang digunakan di bawah bahu berceceran darah merah segar. Semakin menambah kepedihan hati. Untunglah di tengah galauku mbah Dur tetiba datang kembali untuk kesekian kali bersama mas Jamal tanpa konfirmasi. Legaaaa rasanya karena ada teman berbagi rasa. Bapak itu ga butuh dikawanin saja, tapi butuh teman cerita dan butuh keberadaan orang - orang yang dikasihi saat itu.
Dengan mbah Dur inilah banyak sekali pengalaman rohani kami bertambah. salah satunya saat Bapak tidur siang sekitar jam 12 tetiba Bapak terbangun dan seperti orang kaget. Seketika Bapak duduk dari pembaringan dan melafalkan doa : “ihdinaas shirathal mustaqim”.(tunjukilah kami jalan yang lurus).
Kami terkesiap dan segera mendekat ke Bapak yang berpeluh.
Pengalaman rohani selanjutnya bagaimana Bapak tetiba berbicara lirih “BERAT” di depanku dan mbak Durrul sembari geleng - geleng kepala. Saat kudekati dan kutanya Bapak bilang “Berat menghadapi kehidupan dunia ini”, kami spontan memeluk bapak dari sisi kanan dan kiri sambil menangis. Anak sulungku hanya menatap nanar di pojok ranjang. Duh.. beberapa pikiran melintas. Mungkinkah Bapak tengah “dipertontonkan” kehidupan yang telah dilalui dahulu dan yang akan dihadapi kelak? Wallahu a”lam bishowab
Pada hari Jumat tanggal 22 Maret 2019 saat menemani Bapak menjalani Hemodialisa kedua, beliau berkata : “Bapakne wes ora kuat, tinggal nunggu waktu”. Ya Allah ya Rabbi, diriku hanya bisa menangis, berdoa lirih di telinga Bapak serta memberi kekuatan dengan bergandengan tangan erat sekali ke tangan Bapak. Program tetap harus berjalan karena telah disepakati. Tugasku hanya menemani dan memastikan kehadiranku sedikit bermanfaat untuk kesembuhan Bapak.
Hari Selasa tanggal 26 Maret 2019 sore menjelang magrib Bapak kembali berkata lirih terasa berat mengadapi kehidupan dunia ini. Saat itu yang dicari hanya mas AUT, kakak nomor empat yang membuat diriku saat itu hancur karena merasa tertolak untuk kesekian kali. Ternyata Bapak hanya bertanya tentang zakat penghasilan 10 % sudah dikeluarkan atau belum? Seperti yang sudah kuceritakan kami berbagi tugas, Mas Aut bayar zakat, mbak Dur menyelesaikan fidyah puasa tahun lalu yang kami lupa sudah terbayar atau belum (insyaAllah sudah) dan  diriku menemani Bapak di kamar.
Pengalaman rohani selanjutnya, bagaimana membuat diriku terbelalak tak percaya. Bertahun pendengaran Bapak terganggu. Setiap bercerita harus  memondongkan badan ke telinga Bapak atau beliau menutup telinga kiri untuk menangkap suara di telinganya. Menemani Bapak di bangsal, waktu kuhabiskan dengan membaca Alquran tepat di sisi kepala Bapak. Dalam kondisi sakit berbaring di tempat tidur, mata terpejam. Saat diriku salah membaca, Bapak langsung mengangkat tangan kiri yang tidak dipasang infus untuk memberi peringatan padaku.
Seperti pada hari Jumat sore, 29 Maret 2019 saat membaca lirih surat as Shof (61) ayat 4 dimana artinya  : Sesungguhnya Allah mencintai orang yang berperang di jalanNya dalam barisan yang teratur, mereka seakan akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh). Bapak tetiba memberi peringatan diriku untuk mengulang bacaan di ayat ke 4. Sepertinya Bapak ingin berpesan padaku bila harus teguh pendirian menjaga aqidah ISLAM dan jangan terpecah belah seperti suatu bangunan yang kokoh tak mudah dihempas badai.
Pada  ayat ke enam Bapak kembali mengingatkan diriku untuk mengulang bacaan. Ayat ini mempunyai arti  : Dan ingatlah ketika Isa putra Maryam berkata “ wahai Bani Israil. Sesungguhnya diriku utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang rasul yang akan datang setelahku yang namanya Ahmad. Namun ketika Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti bukti yang nyata, mereka berkata : Ini adalah sihir yang nyata”), seperti mengingatkan kembali padaku tentang Ketauhidan, keteguhan iman dengan bershahadat dan mengakui bahwa Allah tuhanku dan Muhammad rasulku.. mengaliiir lagi air mata di pipi.
Kemudian saat membaca Surat Jumuah (62) pada ayat ke tujuh diriku juga dicegat pelan dan bilang “Baleni” yang mempunyai makna : (Dan mereka tidak akan mengharapkan kematian itu selamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah maha mengetahui orang orang yang zalim), sepertinya Bapak sudah memberi “signal” bahwa perpisahan pasti akan terjadi dalam waktu yang tak lama lagi.
Bacaan kulanjutkan. Namun di ayat ke 10 kembali Bapak menoleh kepadaku dan bilang untuk mengulang bacaanku. (apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak banyaknya agar kamu beruntung), seolah menyampaikan pesan agar senantiasa mendirikan sholat. BIla sholat telah ditunaikan harus berikhitiar untuk mendapat kehidupan yang lebih barokah di dunia maupun di akhirat.
 Kebetulan juz 28 ini berisi surat - surat pendek. Ketika masuk ke surat At- Thalaq (65) pada ayat tujuh pelan Bapak kembali menyuruh diriku membaca ulang. Maknanya sungguh luar biasa (Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya. dan yang terbatas rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan). Pesannya sangat jelas!! Diriku yang gampang iri dan dengki harus mempercayai sepenuhnya bahwa Allah sudah memberikan rezeki sesuai kadar masing -masing. Dan diriku yang sangat gampang tersulut emosi serta mudah mengeluh ini harus menyadari sepenuhnya bahwa Allah tidak akan membebani diriku dan keluargaku diluar kesanggupan kami. Allahu akbar!!! Pecah tangisku tak terhenti. Dalam kondisi lemah tak berdaya saja, Bapak masiiiiih bisa memberi wejangan untukku yang dhoif ini.
Sabtu 30 Maret 2019 setelah Bapak sholat dhuhur, diriku membaca  surat Maarij  70 ayat 13 ini Bapak bilang : bacaannya salah, kurang hamzah. Bukan tuwin namun tukwiin. Wagu banget kaaan. Maaf - maaf kata, dulu saat diajak ngobrol, Bapak sering “bolot” karena berkurangnya pendengaran eee… kok di hari - hari terakhir bisa mendengar bacaan al quran yang dibaca lirih. Lebih wagu lagi, mengapa cuma bacaanku yang dibenerin? Padahal hampir semua yang menunggu Bapak dari saudara kandungku, anak, suami dan ponakan pasti menghadiahi bacaan al quran yang sangat dicintainya.
Setelah membaca tarjamahnya mau tidak mau diriku harus mewek tingkat dewa karena dari ayat 7 – 14 surat maarij membahas tentang gambaran saat kiamat yang pasti terjadi, dan ketika langit menjadi cairan tembaga, dan gunung bagai bulu domba yang beterbangan dan orang yang berdosa ingin sekiranya dia dapat menebus dirinya dari azab dengan anaknya, dan istri dan saudaranya, dan keluarga yang melindunginya di dunia dan orang dibumi seluruhnya kemudian berharap tebusan itu dapat menyelematkannya.  Bapak mengingatku di ayat 13 tentang Keluarga yang melindunginya (di dunia). Seolah - olah berpesan untukku secara pribadi bahwa keluarga adalah segala galanya, jangan pernah melupakan keluarga.
Semua wejangan itu baruuuu kusadari setelah 40 hari Bapak berpulang. Tiba -tiba kangen mendera tiada kata. Kuambil wudlu dan kubuka satu persatu catatan harian saat menemani Bapak. Ketika membaca tarjamaah dari semuaaa bacaan yang dikoreksi Bapak, seluruhnya tersirat pesan untukku. Alquran memang berisi petunjuk bagi orang yang beriman. Tapi cara Bapak memperingatkanku dengan membetulkan saat diriku membaca di hadapan beliau ini memiliki makna yang luar biasa, mengusik hatiku yang terdalam.
Periode Maret sampai April 2019 adalah periode di mana kami anak - anaknya dalam kebingungan mengambil sikap. Sebenarnya Bapak sudah memberi banyak signal, tapi di lain pihak kami juga ingin memberikan yang terbaik untuk beliau. Diriku tak tahan melihat Bapak pengen muntah tak berkesudahan, seperti ada rasa sebah hingga Rabu 27 Maret 2019 kembali opname dikawanin mba Dur dan Ahad 31 Maret 2019 pulang dari RSUD dengan ambulans Lazismu yang diupayakan oleh mbak Bararah, kakak nomor dua. Suatu keanehan atau mungkin juga diriku yang lebay yaaa.. Saat diriku atau mba Dur yang nungguin Bapak, pastiii ada aja kejadian. Hampir setiap jam 12 malam ke atas, Bapak terbangun dan merasa ingin muntah tiada terhenti. DIpastikan diriku atau mbak Dur tidak tidur atau bergantian siaga. Namun giliran saudara yang lain menemani tidak pernah ada kejadian apapun sampai pagi menjelang.
Hari yang kulalui terasa berat pada malam itu Bapak merasa kesakitan dan ngendika (berbicara). “Harus adil, jangan nyeleweng.” Bapak terdiam. Kemudian melanjutkan sembari menahan sakit dan memegangi kepala seraya berkata lirih : “Kenapa sakit seperti ini? Apa buang kurang ikhlas? apa ada yang tidak ikhlas?”. Tak sampai sedetik kemudian Bapak berucap :”Allah lebih tau apa yg terjadi. La haulaa wa laa kuwwata illa billahil aliyil adziim.  Saya bangunkan mbak Dur dan kami berdoa bersama sembari menangis dalam. Semoga apa yang dirasakan Bapak menjadi penggugur dosa - dosa beliau karena kesabaran Bapak menghadapinya. aamiin.
Sepanjang hidup Bapak, ada beberapa kali beliau harus dirawat di rumah sakit, suatu kendilalahan diriku selalu diberi waktu lapang oleh Allah hingga bisa menemani dan "membereskan" segala urusan Bapak. Ada beberapa kali  harus mandiin dan nyebokin karena operasi hernia, operasi ambein maupun perawatan pribadi saat opname lainnya dan yang paling istimewa tatkala 3 hari sebelum Bapak berpulang menemui Kekasih sejatinya atau pada pagi hari Kamis tanggal 4 April 2019, beliau mengajak pulang.
Kami (diriku, mba sulung dan Farha)yang dhoif ini tak mampu membaca "tanda", mengabaikan permintaan Bapak karena ingin memberikan yang terbaik untuk kesembuhan  karena kondisi yang semakin melemah.
Saat menyadari kami "mengacuhkan" permintaannya. Bapak kembali berkata dengan lemah ingin merasakan duduk setelah hampir tiga minggu beraktifitas di tempat tidur dan keluar masuk rumah sakit. Di ruang Wijaya kusuma 606, kupondong pelan tubuh Bapak dan mampu bersandar di badanku. Tak sampai 3 menit seperti memberi isyarat (yang tidak kami pahami) dengan sangat lemah Bapak meminta ingin menginjakkan kaki ke tanah. Segera kutarik pelan tubuh Bapak, dan tampak sempoyongan tapi tetap tegak menjejakkan kakinya ke tanah. Bapak dan diriku berpelukan erat dengan kepala Bapak bersandar dibahuku sekitar 2 menitan disaksikan mbak Dur dan Farha. Mungkin sudah firasat bahwa itu injakan terakhir karena Sabtu pagi kondisi Bapak melemah dan sudah menutup mata, tidak bisa diajak komunikasi sampai malaikat menjemputnya di saat matahari menyapa pagi. Inilah untuk pertama kalinya Bapak yang mandiri, yang selalu menyelesaikan masalah kami, meminta bantuan dan tergantung pada diriku. Dan ini membahagiakan hatiku!!!!.
Esoknya hari Jumat 5 April 2019, kami bertiga Mbak dur, diriku dan Farha bergantian menjaga Bapak. Sekitar jam tiga pagi diriku terjaga dan semua ketiduran! Kudapati Bapak tak berselimut. Saat kudekati, mata Bapak menatap sangat jelas ke diriku dan bertanya sedang dimana? dan menanyakan keadaan anak sulungku. Diriku benar - benar terkesiap!!! Tatapan Bapak sangat tajam seperti saat sehat. Kemudian Bapak berkata pelan semoga lulus berulang sampai agak pelo dan diriku ketakutan bapak terserang stroke. Sempat berpesan dalam pelo dan sangaaat lemah hingga diriku berkali-kali menempelkan telinga ke mulut Bapak. “Dilunasi”. entah apa maksudnya? Apakah kami harus melunasi semua “hutang”? baik hutang uang, barang, maupun janji?  Kami pernah bergerak menunaikan kewajiban zakat dan semua yang “membebani” Bapak. Dalam kebingungan kubangunkan mba Dur dari istirahatnya dan sempat melihat kondisi Bapak yang terlihat bugar hingga melemah.
Hari Sabtu pagi 6 April 2019 Bapak nampak tenang. Jam enam setelah kontrol rutin dan ganti pampers oleh perawat diriku curiga Bapak tidak bergeming. Saat sholat isya dituntun Farha, Bapak masih merespon. Namun saat sholat Subuh  bersamaku Bapak sudah diam seperti tertidur. Kembali diriku memanggil perawat jaga untuk memastikan kondisi Bapak ini tidur atau tidak sadar? Dan hasil pemeriksaan “diangggap” tak sadar dengan kadar gula 46, Tensi 87/ 55. Jam 7.15 Dokter Nugroho visit. Saat kutanya setelah memeriksa kondisi Bapak, beliau “nyengir” hingga diriku komen “ada apa Dok? “ Ekspresi dokter membuat diriku panik. Dokter memerintahkan perawatan pindah ke ruang isolasi HCU sembari berpesan agar kami berdoa dan Beliau akan mengupayakan yang terbaik yang bisa dilakukan.
Sembari menunggu pemindahan ruang, di serambi sekitar jam 10 saat makan pagi, entah mengapa tetiba diriku memohon izin mbak Dur untuk menelpon pak Kuat (Ketua Veteran RI Temanggung) untuk mengkonfirmasi tentang proses pemakaman di Taman Makam Pahlawan seperti yang pernah diceritakan Bapak baca, https://idamoeriddarmanto.blogspot.com/2016/03/perjuanganmu-inspirasi-bagi-kami.htmlTernyata Bapak memang punya hak di TMP.
Sore hari mba Ana, Masquf, Hakim, mb Dur dan diriku berkumpul di ruang HCU mengelililingi Bapak yang diam sedari pagi. Kami memutari ranjang dan berdoa di depan Bapak. Maskuf, kakak yang saban hari merawat Bapak menangis agak histeris, meminta maaf dan merasa bahwa telah mengecewakan Bapak dengan kuliah yang ala kadarnya, kerja paling tidak becus dan setumpuk kesedihan karena termasuk orang yang tidak bisa dibanggakan Bapak. Padahal fakta tak terbantahkan bahwa Mas Aut yang dianggap lemah ternyata malah yang paling mampu merawat Makne dan Bapak almarhum hingga ajal menjemputnya. Bagiku hal tersebut sebuah prestasi yang luar biasa. Banyak orang berkecukupan, berkemampuan lebih namun ada saja alasan karena kesibukan atau apalah untuk sekedar menengok orang tua saja mnunda nunda. Penyesalan datang karena mengunjungi orang tua telah menjadi mayat.
Malam itu hatiku terasa kosong. Bila setiap mbak Dur pamit pulang ke Lampung hatiku tergolak. Namun malam itu diriku begitu ikhlas melepas kepulangan mbak Dur ke Lampung untuk menyelesaikan administrasi di sekolah tempatnya mengajar. Terlihat mbak Dur ada keragu – raguan sampai bilang “ Kalau Ida menahanku, aku siap ditinggal Agil dan Vina”. Mereka  datang dari jauh untuk menengok Mbah kakung dan sekaligus “pesan” tersembunyi” menjemput ibunya. Kumantapkan hatinya untuk tetap pulang ke Lampung. Kami berpelukan dan entahlah ada rasa lega di hati. Bapak ditungguin mas Hakim yang datang.
Mbak Dur pulang dan diriku ikut pulang sekaligus berniat “memberi pelajaran’ ke kakakku untuk bertanggungjawab menunggu Bapak. Tapi di rumah hatiku tak tenang dan ingin kembali ke rumah sakit. Namun entahlah malam itu diriku sangat mengantuk dan tertidur di sofa. Sekitar jam 9 malam dibangunkan si bungsu Ale seraya berkata : “Jadi ke embah lagi tidak?” Mata ini terasa berat, dan hanya bisa menggeleng sembari melanjutkan tidur di sofa sampai jam 1 untuk sholat isya. Akhirnya jam 10 Ale ke RSUD untuk menemani pakdenya. Kuniatkan pagi abis subuh harus ke RSUD lagi. Belum juga niat kujalankan, subuhku terlambat dan selesai beranjak dari sejadah, sekitar jam 5.55 telponku berdering dan kudengar suara Ale sembari menangis bilang “Embah Kakung telah berpulang”. Innalillilahi wa inna ilahi rojiun. Setiap berjiwa akan kembali kepada sang Pemilik sejati, Illahi Rabbi.
Sempat ada rasa kecewa, kenapa diriku harus pulang, kenapa diriku harus mengantuk. Segera kupupus bahwa yang diberi kesempatan menungguin Bapak berpulang adalah yang membuat keputusan Bapak ke rumah sakit. Setidaknya separuh jiwaku Ale anakku nomor dua telah mewakiliku menemani Bapak, embah kakung kesayangan menghadap Illahi Rabbi dalam ketenangan.
Alhamdulillah juga, prosesi pemakaman Bapak berjalan dengan lancar. Setelah sejenak disemayamkan di Masjid AL Barokah Bambu runcing Parakan Kauman sekitar jam 13.30 persiapan upacara penyerahan jenasah ke Kodim di masjid. kurasakan alam ikut menangisi kepulangan Bapak. 


hujan mereda saat dimulai upacara

Dari pagi cuaca sangat bersahabat. Namun saat pasukan KODIM 0706 Temanggung tiba dan turun dari truk untuk persiapan upacara militer, tetiba hujan turun sangat deras. Hatiku sangat kacau. Apalagi yang akan terjadi ya Rabbi? Kurang lebih 10 menit hujan mengguyur. Hujan masih menetes pelan saat upacara militer berlangsung. Ketika pengangkatan jenasah Bapak ke ambulan menuju Taman Makam Pahlawan Prayudan Mudal cuaca kembali terang bahkan agak terik saat upacara penguburan jenasah di makam hingga jam 15.15 selesai dan berangsur makam kembali sepi.


 Sebelum meninggalkan Bapak, kami sempatkan seluruh keluarga mendoakan di atas pusara agar amal ibadahnya diterima disisi Allah dan mendapat tempat yang terindah di FirdausMU. aamiin ya Rabb.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kulihat Pelangi Bersamamu

(Puisi) Tarian koruptor

Paling Jauh dan Paling Dekat Dengan Manusia?