Postingan

Secuil Kisah Tentang Bebrayat Ageng PERMADANI Kab Temanggung

Gambar
  Karena Permadani, Penulis mendapat sebuah kemewahan bisa berfoto bersama Wabup Temanggung beserta Ibu           Mengawali bulan Maret 2019, saya berkesempatan mengikuti  prosesi wisuda pawiyatan bergada 19 PERMADANI Kabupaten Temanggung di Pendopo Pengayoman Kabupaten Temanggung yang megah.        Sebelum mengalir ke mana - mana, izinkan saya menceritakan sedikit apa itu Permadani. (Dikit aja yaaa, ketimbang nanti malah salah menginfokan, karena di Permadani saya juga masih harus banyak belajar lagi). Yang pasti Permadani  disini  bukan sekedar karpet yang digelar saat pengajian atau arisan RT. Hehehe. Permadani singkatan dari Persatuan Masyarakat Budaya Nasional Indonesia didirikan oleh Ki Narto Sabdo pada tanggal 4 Juli 1984. Sebuah organisasi sosial kemasyarakatan bergerak dalam melestarikan budaya daerah yang luhur sebagai usaha untuk memperkuat jati diri kebudayaan nasional Indonesia.   Permadani Kabupaten Temanggung digodok oleh tokoh budayawan dari Kaloran Bapak

Julaibib, Sosok Yang (Tak) Terpandang

Sebenarnya, ini cerita usang karena pernah tayang di blog bersama saat saya masih rajin mengotak - atik kata,   berada di paling bawah file arsipku. Namun saat membaca ulang ternyata masih membuatku cemburu dan Julaibib layak menjadi seorang idola di bandingkan dengan Dilan yang tengah digandrungi para remaja Indonesia. Selamat membaca semoga tidak mengecewakan ******************************************************************************************************* Capek membaca dan mendengar berita tentang pemilihan Capres yang kadang memiriskan hati, saya mencoba mencari alternatif lain dengan membaca buku pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kelas 6 Madrasah Ibtidayah atau setingkat Sekolah Dasar, mataku tertumbuk pada sosok Julaibib. Dia digambarkan sebagai seseorang yang tidak terkenal, jelek secara fisik, bajunya rombeng, latar belakang dan asal usulnya tidak diketahui dan segala “keburukan” yang ada di dunia menempel pada sosoknya. Dibanding dengan si Bilal yang ditebus

Petrikor

Gambar
  f oto diambil dari Shareisme.blogspot.com Inginku menghidu Aroma harum ambigu Pada tanah kering, sewaktu Terkena air hujan   berlalu Petrikor mengajakku berkelana Mengusir   sejumput candala Dari kerlingmu laksana mangata Merelung lakuna, Gairah dalam renjana Kamis, 28 Feb18.

Kisah si Nenek Buta

Gambar
Gambar diambil dari www. puisi.com Cerita ini pernah saya tulis di blok bersama sekitar akhir 2014. Ketika membuka arsip di komputer, membaca ulang cerita tentang kelembutan hati Rasulullah, mendadak ingin menayangkan kembali di blog pribadi ini.  Semoga kita dapat mengambil hikmah, pun dari artikel usang yang terselip di arsip paling pojok bawah.  selamat membaca. *************************************************************************

Ahad Sore bersama Bapak

Gambar
foto dokumen Pribadi, Masjid Putrajaya 2016 Kunikmati Ahad sore 17 Februari 2019 menjemput senja merembang bercengkrama dengan Bapak di teras rumah. Bersama beliau, meski dalam keterbatasan pendengaran menjelang 90 tahun usianya, saya masih bisa mereguk ilmu yg bisa diambil hikmah. Kekadang harus teriak seperti orang marah, hanya untuk mengulang pertanyaan, dan Bapak menyorongkan badan sembari menutupkan satu tangan ke telinga kiri untuk mengumpulkan konsentrasi di telinga kanan beliau yang masih agak berfungsi. Sore itu, sembari menatap kendaraan yang berlalu lalang Bapak tetiba berpetuah tentang khilafiyah.Segera  saya keluarkan  handphone untuk  merekam apa yang Bapak ceritakan. Minggu lalu saat kami sowan, Bapak menjawab tanyaku tentang rukyah. Kali ini tanpa ada tanya, Bapak langsung ngebahas tentang khilafiyah. Tradaaa...mungkin Bapak sudah hapal, bila saya  datang pastiii ada yg harus dijelaskan. Kembali ke khilafiyah. Tentang perbedaan jatuhnya Iedul Fitri atau

Ketemu Yusuf Kalla

Gambar

Sejuk (kembali) Memeluk

Gambar
Menguak pagi, Aku menghidu Temanggung kembali Bersama desiran angin surgawi Setelah hujan semalam membasahi bumi Aku lupa, kapan terakhir bayu menghampiri kami Di lereng SIndoro Sumbing bersemi Sekian hari kami berpeluk hawa panas tinggi Bersebab   cuaca beranomali Gerah tak terbantah, Barangkali langit tengah membelah Lapisan ozon   merekah Meniupkan hawa panas dari negeri berantah Mungkin untuk pengingat kita Bahwa bumi harus terus dijaga Pohon - pohon tegak sebagai saka Hingga angin meliuk diantaranya penuh suka . Menghembuskan kesejukan tak berjeda. #mendung pagi di lereng Susi, 11 Nov   18